Monday, September 9, 2024
Google search engine
HomeSejarahAsyura Dalam Sejarah

Asyura Dalam Sejarah

Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata : “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Beliaupun bertanya, ‘(Ada) apa ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh-musuh mereka, sehingga Nabi Musa berpuasa pada hari ini.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Aku lebih berhak meneladani Musa dari pada kalian.’ Maka Nabipun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan yang lain untuk memuasainya.” (Hadits riwayat al-Bukhari no.1865)

Ungkapan: “Ini adalah hari baik” dalam riwayat Muslim diungkapkan dengan: “Ini adalah hari yang agung. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Musa beserta kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun beserta pengikutnya”.

Ungkapan: “Maka Musa memuasainya” dalam riwayat Muslim ada penambahan kalimat: “Sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga kamipun memuasainya”. Sedangkan dalam lafal al-Bukhari: “Dan kami memusainya sebagai pengagungan terhadap Allah.” Imam Ahmad meriwayatkan dengan tambahan: “Yaitu hari dimana bahtera Nabi Nuh belayar dengan tenang, sehingga Nabi Nuh memuasainya sebagai bentuk syukur.”

Ungkapan: “Dan memerintahkan untuk memuasainya” di dalam riwayat al-Bukhari diungkapkan: “Beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Kalian lebih berhak (meneladani) Musa dari pada mereka, maka puasailah!’.”

Puasa Asyuro dikenal sejak dahulu hingga di masa jahiliah sebelum diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Telah valid dari Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata, “Orang-orang jahiliah dahulu memuasainya.”

Al-Qurthubi berkata, “Mungkin saja bangsa Quraisy memuasainya berpedoman kepada syari’at umat terdahulu seperti Ibrahim –alaihissalam-. Telah falid pula bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memuasainya sejak masih berada di Mekkah, sebelum berhijrah ke Madinah. Ketika tiba di Madinah, beliau mendapatkan kaum Yahudi merayakannya sehingga menanyakan sebab perayaan meraka. Kaum Yahudi menjawab sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadits.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyelisihi kaum Yahudi yang menjadikannya hari ‘Id (hari raya). Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam hadits Abu Musa, dia berkata, “Hari Asyuro bagi kaum Yahudi termasuk hari raya.” Dan dalam riwayat Muslim, “Hari Asyuro diagungkan oleh kaum Yahudi. Mereka menjadikannya hari raya.” Masih dalam riwayat Muslim: “Dahulu Yahudi Khaibar menjadikannya hari raya. Para wanita mereka mengenakan perhiasan dan lencana mereka. Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka berpuasalah kalian!” (Hadits riwayat al-Bukhari)

Yang nampak adalah bahwa perintah puasa Asyura untuk menyelisihi kaum Yahudi. Sampai-sampai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka yang tidak berpuasa dihari itu untuk memuasai sisa harinya, karena pada galibnya hari ‘Id tidak berpuasa.[4]

Referensi : https://almanhaj.or.id/59419-keutamaan-bulan-muharram-dan-puasa-asyura.html

📡 Gabung Group Wa Media Dakwah Mushaira
bit.ly/GroupKajianIkhwan
bit.ly/GroupKajianAkhwat

Jadwal Sholat & Dzikir Pagi Petang
App.mushaira.id

(gwa-mida-jatim).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments