Tuesday, April 22, 2025
Google search engine
HomeEkbisMenang Di Dunia Yang Tak Adil: Saatnya Indonesia Merombak Strategi Ekonomi Nasional

Menang Di Dunia Yang Tak Adil: Saatnya Indonesia Merombak Strategi Ekonomi Nasional

Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati
Sekjen DPP Al-Ittihadiyah | Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah
Sidoarjo, 12 April 2025

1. Dunia Pasca-Globalisasi: Proteksionisme Baru dan Perang Tak Simetris

Sejak krisis finansial 2008, narasi globalisasi mulai digantikan oleh “neo-merkantilisme”. Amerika Serikat, Uni Eropa, dan bahkan Tiongkok semakin sering menggunakan instrumen tarif, subsidi domestik, serta regulasi ketat untuk menjaga kepentingan nasional mereka.

Data Empiris:
• Menurut UNCTAD (2023), lebih dari 3.000 kebijakan proteksionis diberlakukan negara-negara G20 sejak 2018, naik lebih dari 250% dibandingkan periode 2009–2017.
• WTO mencatat, hanya dalam 2 tahun pasca-pandemi (2020–2022), terdapat kenaikan tarif rata-rata global sebesar 18%—tren terbesar sejak Perang Dunia II.

Sementara itu, negara berkembang—termasuk Indonesia—masih terikat pada doktrin perdagangan bebas yang dianut sejak masa reformasi. Ketimpangan ini menghasilkan medan perang ekonomi yang tidak setara, bahkan eksploitatif.

2. Indonesia dan Ketertinggalan Struktural: Ketimpangan Neraca Dagang Digital

Indonesia bukan hanya terancam oleh tarif fisik seperti baja dan alas kaki. Yang lebih mengkhawatirkan adalah defisit neraca dagang digital akibat dominasi platform asing yang tidak membayar pajak secara proporsional, serta minim kontribusi pada ekonomi lokal.

Data Empiris:
• Menurut laporan Bank Dunia (2023), defisit neraca jasa digital Indonesia mencapai USD 3,2 miliar, sebagian besar berasal dari layanan iklan, komputasi awan, dan aplikasi berbasis platform yang dimiliki oleh raksasa AS dan Tiongkok.
• Sementara itu, penerimaan pajak digital Indonesia dari big tech asing hanya sekitar Rp 7,1 triliun (2023), sangat kecil dibanding nilai ekonomi digital nasional yang mencapai Rp 1.300 triliun (Bappenas, 2024).

Ini adalah bentuk kolonialisme baru di ranah digital. Ironisnya, saat dunia fisik diwarnai perang tarif, perang digital justru lebih senyap dan sistematis.

3. Saatnya Ekonomi Pancasila dan Diplomasi Strategis Berbicara

Sebagai bangsa yang memiliki fondasi ideologis kuat dalam bentuk Pasal 33 UUD 1945 dan prinsip kedaulatan ekonomi rakyat, Indonesia tidak boleh terjebak dalam arus globalisme yang menguntungkan oligarki luar.

Kita perlu membangun ulang strategi nasional berbasis tiga kekuatan utama:
1. Konsolidasi Industri Strategis Nasional: Baja, energi, pangan, farmasi, dan teknologi harus menjadi fokus investasi dan perlindungan.
2. Platform Digital Nasional Berbasis Koperasi dan Syariah: Seperti Koperasi Serasi, inisiatif digital berbasis gotong royong dan SHU harian dapat mempersempit dominasi platform asing dan mengalirkan manfaat langsung ke rakyat.
3. Diplomasi Berbasis Kepentingan Nasional: Indonesia harus menyelaraskan kebijakan perdagangan dengan keamanan strategis kawasan, termasuk Indo-Pasifik dan ASEAN.

Contoh:
• Saat AS mengancam tarif, kita bisa tawarkan konsesi di sektor energi hijau, keamanan maritim, atau kerja sama riset teknologi digital—dalam kerangka win-win cooperation, bukan semata balas dendam tarif.

4. Menghitung Ulang Arah Pembangunan: Bukan Lagi ‘Growth for Growth’

Pertumbuhan ekonomi bukan lagi tujuan utama, melainkan alat untuk mencapai kemandirian dan pemerataan. Strategi pembangunan kita harus lebih reflektif dan berdimensi keadilan.

Data Empiris:
• Menurut BPS (2024), pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1% diiringi oleh ketimpangan gini rasio yang stagnan di angka 0,384, menandakan bahwa pertumbuhan belum dinikmati secara merata.
• Sektor manufaktur Indonesia justru mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB dari 21% (2010) menjadi 18% (2023), menunjukkan deindustrialisasi prematur yang membahayakan kemandirian ekonomi.

Dengan demikian, agenda reindustrialisasi strategis dan penguatan ekonomi rakyat harus menjadi prioritas nasional di atas sekadar mengejar investasi asing tanpa nilai tambah.

5. Kebijakan Ekonomi yang Visioner: Strategi Jangka Panjang, Bukan Tambal Sulam

Indonesia memerlukan kebijakan yang konsisten, tidak tunduk pada siklus elektoral 5 tahunan. Kita butuh strategi jangka panjang dengan keberanian mengambil keputusan besar.

Rekomendasi Strategis:
• Bangun Sovereign Wealth Fund (SWF) yang Transparan dan Proyek-Sentris: Fokus ke industri nasional, bukan hanya properti dan infrastruktur pasif.
• Terapkan Digital Trade Tax untuk Big Tech: Atur distribusi nilai secara adil antara platform dan UMKM lokal.
• Reformasi Pendidikan Ekonomi: Kurikulum harus memuat pemikiran ekonomi Pancasila, ekonomi Islam, dan teori strategis global, bukan hanya neoklasik.
• Kembangkan Koalisi Global Selatan (Global South Alliance): Perkuat solidaritas dagang, teknologi, dan energi dengan negara-negara berkembang seperti Brazil, India, dan Afrika Selatan.

6. Penutup: Bangkitlah Ekonomi Rakyat, Lawan dengan Ilmu dan Strategi

Trumponomics adalah cermin keras dunia yang makin tidak adil. Namun Indonesia tidak boleh menjadi korban diam. Kita harus menjadi bangsa dengan strategi. Bukan hanya menjadi penonton dalam drama geopolitik global, tapi ikut menulis skenarionya.

Ilmu ekonomi tidak pernah mati. Ia hidup dalam keberanian untuk merumuskan jalan sendiri. Bukan meniru, tapi mencipta. Bukan sekadar menyesuaikan diri, tapi menentukan arah. Itulah tugas sejarah kita hari ini.

“Bangsa yang besar bukan bangsa yang kuat militernya semata, tapi bangsa yang berdaulat secara ekonomi dan berpihak pada rakyatnya.”
— Bung Hatta, Bapak Koperasi Indonesia

Referensi:
1. UNCTAD (2023). World Investment Report.
2. WTO (2022). Trade Policy Review.
3. BPS Indonesia (2024). Laporan Ekonomi Makro.
4. IMF (2023). Global Economic Outlook.
5. Bank Dunia (2023). Digital Trade Balance Southeast Asia.
6. Bappenas (2024). Proyeksi Ekonomi Digital Indonesia.
7. Kementerian Keuangan (2023). Penerimaan Pajak Ekonomi Digital.
8. Peterson Institute (2023). U.S. Tariff Impact on Domestic Competitiveness.

“Semoga tulisan ini menjadi bagian kecil dari amal ilmu yang terus mengalir. Jika Bapak/Ibu [[fullname]] merasa isinya penting dan menginspirasi, silakan sebarkan ke sahabat-sahabat kita. Bersama kita kuatkan nurani bangsa dengan ilmu dan keberanian.”

Klik untuk baca: https://www.facebook.com/share/16544h8GXm/?mibextid=wwXIfr

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments