Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati
(Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah)
Sidoarjo, 18 Maret 2025
Pendahuluan
Sejak dilakukannya amandemen UUD 1945 dalam empat tahap antara 1999 hingga 2002, perdebatan terus muncul mengenai implikasi perubahan tersebut terhadap struktur negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Salah satu argumen yang mencuat adalah bahwa amandemen tersebut tidak berlandaskan pada Pancasila sebagai dasar negara dan telah menghilangkan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Akibatnya, muncul anggapan bahwa amandemen tersebut secara de facto telah membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam bentuk yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa.
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan analisis yang lebih mendalam dan komprehensif terkait dengan perubahan fundamental dalam amandemen UUD 1945, dampaknya terhadap keabsahan negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, serta implikasi hukum, sosial, dan politik yang terjadi pasca-amandemen.
Dinamika Amandemen UUD 1945 dan Perubahan Fundamental
Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan tujuan memperbaiki sistem ketatanegaraan agar lebih demokratis, responsif terhadap perkembangan zaman, dan menghindari praktik otoritarianisme sebagaimana yang terjadi di era Orde Baru. Namun, dalam pelaksanaannya, amandemen ini justru menimbulkan berbagai persoalan serius yang berimplikasi terhadap eksistensi NKRI.
1. Perubahan Struktur Konstitusi
Sebelum amandemen, UUD 1945 memiliki struktur yang mengutamakan peran sentral Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara yang mencerminkan sistem demokrasi permusyawaratan. Namun, setelah amandemen, terjadi perubahan fundamental sebagai berikut:
• MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan hanya sebagai lembaga legislatif yang setara dengan DPR.
• Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat, yang sebelumnya dipilih melalui MPR.
• Dihapuskannya utusan golongan dalam MPR, yang berarti menghilangkan representasi dari kelompok-kelompok strategis di luar partai politik.
• Otonomi daerah diperluas secara drastis, yang berpotensi mengancam persatuan nasional karena memberikan kewenangan besar kepada daerah tanpa mekanisme kontrol yang ketat dari pusat.
Data Pendukung:
Menurut laporan BPS (Badan Pusat Statistik) 2024, ketimpangan ekonomi antar daerah meningkat setelah reformasi. Koefisien Gini meningkat dari 0,30 (1999) menjadi 0,39 (2023), menunjukkan bahwa distribusi ekonomi menjadi lebih tidak merata setelah otonomi daerah diberlakukan.
2. Hilangnya Esensi Demokrasi Permusyawaratan
Sebelum amandemen, demokrasi di Indonesia dikenal dengan istilah Demokrasi Pancasila, yang berbasis pada asas permusyawaratan dan perwakilan. Prinsip ini menekankan pada pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, bukan dominasi suara mayoritas sebagaimana dalam sistem demokrasi liberal.
Namun, pasca-amandemen, sistem politik berubah menjadi lebih liberal dengan meniru model demokrasi Barat yang berbasis pada mekanisme pemilihan langsung. Konsekuensinya:
• Keputusan politik lebih didominasi oleh kepentingan partai politik, bukan lagi berdasarkan musyawarah mufakat.
• Tingginya biaya politik akibat sistem pemilu langsung, yang membuka celah bagi praktik politik uang.
• Memudarnya representasi golongan-golongan strategis, seperti akademisi, ulama, buruh, petani, dan kelompok adat.
Data Pendukung:
Menurut Transparency International 2023, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia meningkat dari 20 (1999) menjadi 38 (2023), menunjukkan bahwa korupsi justru meningkat setelah penerapan pemilu langsung.
3. Penyimpangan dari Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Salah satu isu utama yang diangkat oleh kajian Rumah Pancasila adalah bahwa amandemen UUD 1945 telah menghapus atau mengabaikan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam konteks ini, ada tiga pokok pikiran yang dikaji lebih lanjut:
Data Pendukung:
Menurut Laporan OECD 2023, privatisasi BUMN menyebabkan peningkatan harga listrik dan BBM sebesar 30% sejak 2004, yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat miskin.
Pokok Pikiran Pertama: Negara Persatuan
Pokok pikiran ini menekankan bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia tanpa membeda-bedakan golongan, suku, agama, maupun kepercayaan. Namun, setelah amandemen, muncul kebijakan yang berpotensi mengancam persatuan nasional, seperti:
• Otonomi daerah yang berlebihan, yang menciptakan ketimpangan antara pusat dan daerah serta meningkatnya tuntutan separatisme.
• Sistem multipartai yang tidak terkendali, yang memecah belah kepentingan nasional ke dalam berbagai kepentingan politik sektoral.
• Komersialisasi pendidikan dan kesehatan, yang membuat negara gagal melindungi rakyatnya secara menyeluruh.
Pokok Pikiran Kedua: Keadilan Sosial
Pokok pikiran ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila. Namun, setelah amandemen, terjadi berbagai kebijakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan sosial:
• Liberalisasi ekonomi, yang menyebabkan dominasi korporasi asing dan melemahkan kedaulatan ekonomi nasional.
• Privatisasi BUMN, yang mengurangi peran negara dalam mengelola sektor-sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
• Ketimpangan sosial yang semakin tajam, akibat sistem ekonomi yang lebih condong kepada kapitalisme neoliberal.
Pokok Pikiran Ketiga: Kedaulatan Rakyat
Amandemen UUD 1945 mengubah sistem politik menjadi demokrasi langsung, tetapi justru menghilangkan unsur permusyawaratan yang menjadi ciri khas demokrasi Indonesia. Konsekuensinya:
• Politik menjadi transaksional, di mana kemenangan ditentukan oleh kekuatan modal dan bukan kualitas kepemimpinan.
• Hilangnya kearifan lokal dalam pengambilan keputusan, karena sistem pemilu langsung lebih mengedepankan individualisme dibandingkan musyawarah mufakat.
Perbandingan Internasional
Beberapa negara mengalami perubahan konstitusi yang serupa, tetapi dengan dampak yang berbeda:
1. Iran (Konstitusi 1979)
• Iran mempertahankan sistem permusyawaratan ulama dalam Dewan Ahli, meskipun memiliki demokrasi langsung.
• Negara tetap stabil meskipun mengalami revolusi politik.
2. Malaysia (Konstitusi 1957)
• Masih mempertahankan Dewan Raja-Raja untuk memastikan keputusan politik tetap dalam bingkai nasionalisme.
• Demokrasi berjalan, tetapi masih berbasis permusyawaratan kebangsaan.
Indonesia, sebaliknya, mengalami perubahan total yang menghilangkan peran permusyawaratan, sehingga menciptakan instabilitas politik dan ekonomi.
Implikasi Hukum dan Politik dari Amandemen UUD 1945
Dampak dari amandemen UUD 1945 bukan hanya pada tataran konsep ketatanegaraan, tetapi juga memiliki implikasi hukum dan politik yang nyata, antara lain:
1. Inkonsistensi Konstitusional
Salah satu kritik utama terhadap amandemen UUD 1945 adalah inkonsistensi antara Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 hasil amandemen. Pembukaan UUD 1945 tetap dipertahankan, tetapi esensi yang terkandung di dalamnya justru tidak tercermin dalam batang tubuh yang telah diamandemen. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan dalam sistem hukum Indonesia.
2. Kehilangan Identitas Negara Proklamasi
Konsep negara yang dirancang oleh para pendiri bangsa mengalami perubahan fundamental akibat amandemen. Hal ini menimbulkan perdebatan apakah NKRI saat ini masih merupakan kelanjutan dari negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, atau justru merupakan bentuk negara baru dengan sistem yang berbeda.
3. Meningkatnya Disintegrasi Sosial dan Politik
Salah satu konsekuensi dari amandemen adalah meningkatnya perpecahan di berbagai aspek kehidupan sosial dan politik. Beberapa indikatornya adalah:
• Menguatnya konflik antara pusat dan daerah, terutama dalam aspek ekonomi dan sumber daya alam.
• Meningkatnya pragmatisme politik, di mana aktor politik lebih mementingkan kepentingan jangka pendek daripada kepentingan nasional.
• Merosotnya kepercayaan publik terhadap sistem politik, yang tercermin dari rendahnya partisipasi dalam pemilu dan meningkatnya ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa amandemen UUD 1945 telah mengubah struktur dasar ketatanegaraan Indonesia secara signifikan. Perubahan tersebut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memiliki dampak mendalam terhadap keberlanjutan NKRI sebagai negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah-langkah strategis seperti:
1. Evaluasi ulang terhadap amandemen UUD 1945 melalui kajian akademis yang mendalam dan melibatkan seluruh elemen bangsa.
2. Mendorong wacana amandemen ulang yang lebih berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan semangat proklamasi.
3. Mengembalikan sistem demokrasi yang berbasis permusyawaratan, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
4. Menghentikan liberalisasi politik dan ekonomi yang berlebihan, yang bertentangan dengan semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, kajian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi akademisi, praktisi hukum, dan pemangku kebijakan dalam menata kembali sistem ketatanegaraan Indonesia agar tetap sejalan dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945.
Klik untuk baca: https://www.facebook.com/share/1AQszwjAmu/?mibextid=wwXIfr