Friday, November 8, 2024
Google search engine
HomeTausiyahMenyikapi Polemik Bubur Shafar

Menyikapi Polemik Bubur Shafar

Ketika memasuki bulan Shafar sebagian masyarakat khususnya Jawa Madura memiliki tradisi yang berupa membagikan bubur (tajin) Shafar kepada tetangga ataupun sanak familiy. bubur dengan tampilan merah muda, coklat muda dan warna putih di tengah dengan bertabur bubur padat seukuran kelereng. sekalipun sampai sekarang masih belum diketahui siapa yang pertama kali membuat tradisi ini serta apa dalil yang melandasinya, tradisi ini telah mengakar kuat dalam kepercayaan masyarakat.

Lalu bagaimana pandangan syariat menanggapi tradisi ini ? berikut penjelasan K.H. Nurul Huda selaku Ketua MUI Pasuruan kepada M. Aghits amta maula dari AnnajahSidogiri.ID pandangan Kyai, mengenai kebiasaan sebagian besar masyarakat yang membuat bubur (tajin) pada Bulan Shafar ?

tradisi membuat bubur pada bulan Shafar merupakan suatu adat yang baik, selama tidak ada sesuatu yang melanggar kepada aturan syariat, seperti meletakkan bubur di tempat yang diyakini bisa memberikan pengaruh negatif. Sebenarnya pengambilan adat yang berada dimasyarakat itu bermula dari keterangan dari kitab kanzun najah wa surur hal. 94

فائدة : ذكر بعض العارفين ، من أهل الكشف والتمكين : أنه ينزل في كل سنة ثلاث مئة ألف بلية وعشرون ألفاً من البليات ، وكل ذلك في يوم الأربعاء الأخير من صفر ، فيكون ذلك اليوم أصعب أيام السنة

sebagian orang makrifat menjelaskan, bahwa setiap tahun allah menurunkan 320.000 bala`(bencana) dan semuanya itu turun pada rabu akhir dari bulan Shafar. Maka tak heran, jika pada saat itu menjadi hari sangat sulit ditahun itu (disebabkan banyaknya bala` yang turun pada hari itu)”

Dari keterangan diatas, sebagian besar masyarakat mengumpamakan bala` yang sangat banyak itu seperti mutiara bubur beserta komposisi yang lainnya. bisa diandaikan, ketika buburnya dimakan maka kita akan selamat dari bala` (menurut kepercayaan sebagian masyarakat), maka dari itu tradisi ini juga biasa disebut dengan selametan.

Mengenai bala` yang sangat banyak pada bulan Shafar, Rasulullah telah memberikan solusi untuk menolak bala` dalam keterangan hadisnya[1] :

الدُّعَاء يرد الْبلَاء وَالصَّدَقَة تدفع الْبلَاء أخرجه التِّرْمِذِيّ

“doa itu bisa menolak bala` begitu juga dengan shadaqah (H.R Tirmidzi) ”

Pengertian terperinci dari hadis diatas adalah seseorang yang telah perasangka bahwa dia akan terkena bala` dibulan Shafar, maka prasangka itu akan terjadi di masa yang akan datang (dizaman azal tidak ditetapkan terkena bala`). Oleh karenanya, seseorang harus berdoa agar supaya dipalingkan bala` darinya begitu juga dengan shadaqah.

Hal ini tidak berkaitan, bahwa dia telah ditetapkan terkena bala` di zaman azaliy, kemudian setelah dia berdoa maka ketetapan tersebut akan berubah, karena hal itu akan mengakibatkan bahwa di zaman azali ada sesuatu yang tidak diketahui dan adanya sesuatu yang terjadi, dan hal tersebut sangat muhal [2].

Bagaimana Pandangan Syariat Mengenai Niat yang Benar Ketika Membuat Bubur di Bulan Shafar?

Berkaitan dengan niat yang benar dalam membuat bubur Shafar, sebaiknya kita berniat untuk menolak bala` yang diturunkan oleh Allah pada Bulan Shafar, khusunya pada hari rabu terakhir pada bulan itu.

Selain itu, kita juga harus berniat untuk menyambung tali silaturahmi kepada kerabat, sanak family, terlebih kepada tetangga yang dekat dengan kita. Tradisi ini juga dinamai dengan ater-ater, yakni kita mengantarkan bubur yang telah kita buat kepada kerabat, tetangga, dan orang-orang terdekat kita.

Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Al-quran (An-Nisa`: 36) :

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى

وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

dalam hadis-pun Rasullah juga menganjurkan kita sebagai muslim untuk senantiasa menyambung tali silaturahmi :

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim.

Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa yang dimaksud dilapangkan rezekinya adalah diluaskan dan dijadikan banyak hartanya, dan menurut pendapat yang lain, artinya adalah diberi keberkahan harta (meskipun secara lahiriah, harta tidak bertambah banyak).

Apakah Bisa Dibenarkan Asumsi, Andaikan Kita Tidak Membuat Bubur Shafar Akan Tertimpa Musibah (bala`) Sebagaimana Yang Beredar di Kalangan Masyarakat?

Pertama-tama kita harus menanamkan keyakinan pada hati kita, bahwa semua yang terjadi merupakan sesuatu yang telah dikehendaki oleh Allah, baik itu berupa kenikmatan atau musibah yang kita alami selama ini.

Setelah keyakinan ini sudah terpatri dengan kuat, maka langkah kita selanjutnya adalah menyikapi dengan benar keadaan yang sedang kita hadapi saat ini. Maksudnya ketika kita mendapatkan nikmat, maka kita harus mensyukurinya dan tidak boleh mengkufuri.

Mensyukuri semua nikmat yang diberikan oleh Allah adalah bagian yang sangat penting untuk dilakukan manusia, baik mensyukuri nikmat secara global atau dengan detail. Bersyukur adalah bagian dari manifestasi keimanan kepada Allah Sang Maha Pemberi, serta sebagai bukti ketaatan pada perintah-Nya. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan manusia untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan dan melarang mengingkarinya

(فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ. (البقرة:152)

Artinya, “Maka ingatlah kalian kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengufuri-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152).

Sebaliknya, ketika Allah memberikan musibah atau cobaan pada kita, maka sikap kita adalah bersabar dan meminta kepada Allah agar supaya dikuatkan dalam menghadapi musibah yang sedang dihadapi.

Suka atau tidak, tatkala anugerah musibah itu menghampiri, maka yang perlu diperhatikan adalah melatih kesabaran agar tetap tabah dan berlapang dada dalam menghadapinya. Sebagaimana firman Allah :

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّبِرُوْنَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.(Q.S Az-Zumar:10):

Dalam surat At-Tahghabun : 11 juga ditegaskan :

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Ketika sudah seperti itu, asumsi Tidak Membuat Bubur Shafar Akan Tertimpa Musibah (bala`)  maka dengan sendirinya tertolak dan tidak bisa dibenarkan dalam syariat.

Bagaimana Nasehat Kyai. Perihal Amaliah yang Dianjurkan Ketika Bulan Shafar Secara Syariat Islam?

Dalam kitab kanzun najah wa surur hal. 96-98 dijelaskan, ketika hari rabu terakhir dari Bulan Shafar kita dianjurkan untuk melakukan Salat sunah empat rakaat dengan dua kali salaman, setiap rakaatnya setelah Al-fatihah membaca Surat Al-Kautsar 7x, Al-ikhlas 5x serta Al-falaq dan An-Nas 1x, setelah salam kita berdoa agar di hindarkan oleh Allah dari bala` yang diturunkan ketika hari itu. Dengan doa sebagaimana berikut :

اللهم : يَا شَدِيدَ الْقُوَى ، وَيَا شَدِيدَ الْمِحَالِ ، يَا عَزِيزُ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيعُ خَلْقِكَ ؛ أَكْفِنِي مِنْ جَمِيعِ خَلْقِكَ . يَا مُحْسِنُ يَا مُجَمِّلُ ، يَا مُتَفَصِّلُ ، يَا مُنْعِمُ يَا مُكْرِمُ ، يَا مَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ ، أَرْحَمْنِي بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ

الرَّاحِمِينَ .اللهم ؛ بِسِرِّ الْحَسَنِ وَأَخِيهِ ، وَجَدِّهِ وَأَبِيهِ ، وَأُمِّهِ وَبَنِيهِ ، اكْفِنِي شَرَّ هَذَا الْيَوْمِ وَمَا يَنْزِلُ فِيهِ ، يَا كَافِي الْمُهِمَّاتِ ، يَا دَافِعَ البَلِيَّاتِ ؛ ﴿ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ) ، وَحَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ ، وَلَا حَوْلَ

وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيُّ الْعَظِيمِ ، وَصَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ ) اهـ (۱)

Juga kita dianjurkan untuk membaca surat Yasin, kemudian ketika sampai pada ayat :

سَلامٌ قَوْلا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ

Maka diulangi sebanyak 313 kali, kemudian disambung dengan doa dibawah ini :

اللهم ؛ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةٌ تُنْجِينَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ الأَهْوَالِ وَالآفَاتِ ، وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيعَ الْحَاجَاتِ ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيعِ السَّيِّئَاتِ ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا أَعْلَى الدَّرَجَاتِ ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ ، مِنْ جَمِيعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ اللهم ؛ أَصْرِفْ عَنَّا شَرَّ مَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ ، وَمَا يَخْرُجُ مِنَ الْأَرْضِ ؛ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، وَصَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Setelah membaca doa diatas, kita dianjurkan berdoa meminta sesuatu yang dianggap penting, baik dalam masalah duniawi dan ukhrawi.

[1] Ibnu Faurak, musykil al-hadis wa bayanihi, hal. 313 ( https://app.turath.io/book/5899?page=248)

[2] Ibnu Faurak, musykil al-hadis wa bayanihi, hal. 313

((gwa-uzc).

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments