Google search engine
HomeEkbisPisang Dari Ombak Pesisir Laut Ngelo Menuju Dapur MBG

Pisang Dari Ombak Pesisir Laut Ngelo Menuju Dapur MBG

Oleh: Imam Mawardi Ridlwan
Dewan Pembina Yayasan Bhakti Relawan Advokat Pejuang Islam

Hujan rintik sore itu, Senin 15 September 2025 bukan halangan. Ia justru seperti salam pembuka dari langit. Memberi harapan walau sudah larut malam. Saya menikmati gelap dan berliku jalan menuju Dusun Ngelo, Desa Jengglungharjo, Kecamatan Tanggunggunung.

Di sana, di balik lembah, udara laut terasa hangat. Keadaan sangat sunyi. Karena Ngelo ada di antara laut dan gunung. saya menemukan sesuatu yang lebih hangat dari secangkir kopi. Semangat warga yang tak pernah padam untuk bekerja. Jam di tanganku sudah di angka 21.45 Wib. Mereka masih setia menungguku.

Saya bertemu Gus Rohman. Guru ngaji. Pengepul pisang. Dulu, ia rutin menyetor hasil bumi ke Malang. Sekarang, ia melayani dapur MBG di Kecamatan Ngunut. Ia tak bicara banyak, tapi kalimatnya padat.

“Mohon maaf kyai, harus pesan H-3. Agar saya bisa siapkan pisang dengan kualitas baik.” Pisang morlin ia antar hingga Kediri. Lima ratus rupiah perbuah. Jaminan mutu. Cavendish? Lebih mahal. Tapi stoknya kosong. Permintaan meningkat. Ia bersyukur.

Saya teringat Pantai Sine. Saya ke sana, Pak Sholi menyambut saya. Ia menjamu ikan bakar. Ia pernah punya kebun cavendish tiga hektare. Harapannya sederhana: pisangnya terserap pasar. Tapi pasar tak datang. Harga anjlok. Panen tak laku. Kebun dibabat. Diganti sengon.

Bu Sholi, istrinya, pernah membibitkan cavendish secara mandiri. Ia tahu potensi ekonominya. Tapi tanpa jaminan pasar, harapan tinggal angan. Kini, ia belum berniat menanam kembali. Tapi tetap bersyukur. Tetap tersenyum.

Program MBG datang seperti angin segar. Dapur SPPG menyerap pisang warga Ngelo. Kebun yang tersisa mulai dirawat. Ada semangat untuk bangkit. Ada harapan agar pemerintah turut serta. Agar budidaya pisang tak hanya jadi usaha mandiri, tapi bagian dari strategi nasional pemenuhan gizi.

Ustadz Jaswadi, seorang pendidik yang pernah bertugas di Dusun Ngelo tahun 2010-2017, bicara dengan nada yakin. “Menanam pisang itu delapan puluh persen panen.” Ia pernah menanam enam hektare. Tapi pasar tak menyerap. Sengon menggantikan pisang. Ia tak marah. Ia hanya ingin sistem. Kepastian.

Warga Ngelo kini berharap ada gerakan bersama. Lahan warga dan Perhutani bisa dimanfaatkan. Dengan perawatan baik, sebelas bulan ke depan pisang siap panen. Satu hektare bisa ditanami 700–1.000 batang.

Tiga hektare berarti 2.500 batang. Jika MBG berjalan konsisten, maka budidaya pisang akan memberi manfaat ganda: pendapatan warga meningkat, gizi masyarakat terpenuhi.

Dusun Ngelo tak hanya punya tanah subur. Ia punya semangat. Ia punya harapan. Warga dusun Ngelo giat menggarap lahan hutan lindung. Yang dibutuhkan kini adalah uluran kepermihakan pemerintah. Dukungan. Kepastian. Agar pisang Ngelo tak hanya jadi buah di dapur MBG, tapi juga simbol kemandirian pangan dari dusun terpencil.

Pisang Dusun Ngelo. Dari Ngelo. Dari warga Dusun Ngelo yang tak pernah lelah bekerja. (imr).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments