TAFSIR AL QUR’AN EPS. 18
📖 QS. al-Baqarah/2: Ayat 40 – 46
Yth. Bapak/Ibu yang di Rahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, Allah masih memberi nikmat sehat, iman dan Islam pada kita semua. Semoga kita semua selalu dipersatukan Allah hingga jannah-Nya nanti. Aamiin… 🤲
Dengan segala kerendahan hati, kami berharap share materi Tafsir ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap Al-Qur’an sehingga akan meningkatkan nilai kehidupan kita di Dunia dan akhirat.
Sekarang kita sampai Episode ke-18….😊
🌺📚 BEBERAPA PERINTAH DAN LARANGAN ALLAH KEPADA BANI ISRAIL
{يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ (40) وَآمِنُوا بِمَا أَنزَلْتُ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَكُمْ وَلَا تَكُونُوا أَوَّلَ كَافِرٍ بِهِ ۖ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ (42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43) ۞ أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44) وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45) الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (46)} [البقرة : 40-46]
TERJEMAH
(40) Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji- Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja. (41) Dan berimanlah kamu kepada apa (Al-Qur′an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat) yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah hanya kepada-Ku. (42) Dan janganlah kamu campur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. (43) Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk. (44) Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? (45) Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (46) (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
KOSAKATA: Bani Isra′il بَنِي إِسْرَائِيلَ (al-Baqarah/2: 40)
Bani adalah bentuk jamak dari ibn (jamak banun/banin, dibuang n karena disambungkan dengan kata berikutnya), artinya “anak-anak”. Isra′il dalam bahasa Ibrani terdiri dua kata: isra artinya “hamba” dan il_artinya “Tuhan”. Jadi _Isra′il berarti “hamba Tuhan” (‘abd Allah dalam bahasa Arab). Itu adalah gelar Nabi Yakub a.s. putra Nabi Ishak bin Ibrahim a.s. Jadi “Bani Isra′il” maksudnya adalah anak-anak Nabi Yakub. Jumlah mereka dua belas orang yang menurunkan dua belas suku Bani Isra′il itu. Di dalam Al-Qur′an nama “Bani Isra′il” digunakan untuk umat Nabi Musa a.s. (al- Baqarah/2: 47). Nabi Isa a.s. juga memanggil mereka demikian (as-Saff/61: 6), begitu juga Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (al-Baqarah/2: 40). Itu tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebenarnya satu nenek moyang yaitu Nabi Ibrahim a.s., karena Bani Israil adalah keturunan Nabi Ishak (putra Nabi Ibrahim dari istrinya, Sarah) dan Nabi Muhammad adalah turunan Nabi Isma‘il (putra Nabi Ibrahim dari istrinya yang lain, Hajar). Di dalam Al-Qur′an, mereka juga dipanggil dengan “Ahlul-Kitab”, tampaknya untuk menunjukkan bahwa mereka sebenarnya juga memiliki Kitab Suci (Taurat) yang pokok-pokok ajarannya sama dengan Al-Qur′an (iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan, berbuat baik, dan percaya pada Hari Kemudian, tempat mereka akan menerima imbalan perbuatan baik dan ganjaran perbuatan jahat). Kitab Suci itu mereka simpan saja (Ali ‘Imran/3: 187), mereka ubah-ubah (an-Nisa ′/4: 46), dan banyak pula yang mereka sembunyikan (al-An‘am/6: 91). Oleh karena adanya hubungan darah dan kesamaan pokok-pokok ajaran itu, Nabi
Muhammad seharusnya tidak mereka musuhi dan ajaran-ajarannya tidak mereka tolak.
MUNASABAH
Pada ayat-ayat sebelumnya diterangkan keberuntungan orang-orang yang mengikuti petunjuk Allah, dan kerugian orang yang mengingkari dan mendustakan-Nya. Maka pada ayat-ayat ini Allah menunjukkan firman-Nya kepada Bani Israil, serta memberikan beberapa peringatan dan ancaman kepada mereka, karena banyak dari mereka melawan perintah Allah.
🌺📖 TAFSIR
(40) Allah memulai ayat ini dengan menyebut Bani Israil (orang-orang Yahudi), karena merekalah bangsa yang paling dahulu mengemban kitab Samawiyah, dan karena di antara mereka terdapat pula orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Kalau mereka masuk Islam maka hal itu akan merupakan alasan yang kuat yang dapat diarahkan kepada orang-orang Nasrani dan orang kafir yang lain yang tidak mau beriman, karena bangsa Yahudilah yang paling dahulu berjanji kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa mereka akan beriman kepada setiap nabi yang diutus-Nya, apabila telah ada bukti-bukti yang nyata.
Israil adalah gelar yang diberikan kepada Nabi Yakub. Karena itu keturunannya dinamakan dengan Bani Israil. Nabi Yakub terkenal sebagai hamba Allah yang amat saleh, sabar, dan tawakal. Maka Allah memanggil anak cucu Yakub dalam permulaan ayat ini dengan sebutan “Bani Israil” untuk mengingatkan kepada mereka agar mereka mencontoh nenek moyang mereka itu dalam hal keimanan, ketaatan, kesalehan, ketakwaan dan kesabaran serta sifat-sifat lain yang terpuji. Hal ini disebabkan karena pada waktu turunnya Al-Qur′an kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, tampak gejala-gejala bahwa tingkah laku Bani Israil itu sudah melampaui batas, dan jauh menyimpang dari ajaran dan sifat-sifat nenek moyang mereka, terutama sikap mereka terhadap Al-Qur′an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Mereka tidak mau beriman bahwa Al-Qur′an itu adalah wahyu Allah, bahkan mereka mendustakan kenabian dan kerasulan Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Seharusnya merekalah yang paling dahulu beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, sebab berita tentang kedatangannya telah disebutkan lebih dahulu dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat.
Dalam ayat ini terdapat tiga macam perintah Allah kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka senantiasa mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mensyukurinya dengan lisan dan perbuatan. Wujud nikmat-nikmat tersebut memang tidak diterangkan dalam ayat ini. Tetapi yang dimaksud antara lain bahwa Allah telah memilih nabi-nabi-Nya dari kalangan mereka. Hal ini terjadi dalam masa yang cukup lama, sehingga mereka diberi julukan sebagai Sya‘bullah al-Mukhtar yaitu “hamba-hamba Allah yang terpilih”. Semuanya itu harus mereka ingat dan mereka syukuri. Salah satu cara untuk mensyukurinya ialah beriman kepada setiap nabi yang diutus Allah untuk memberikan bimbingan kepada manusia. Tetapi dalam kenyataannya mereka menjadikan nikmat tersebut sebagai alasan untuk tidak menerima seruan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, malahan mengejeknya, dan mengatakan bahwa nikmat dan karunia Allah hanya tertentu untuk mereka saja.
2. Janji mereka kepada Allah ada dua macam, pertama janji yang berlaku bagi seluruh manusia, yaitu bahwa mereka harus menimbang segala masalah dengan timbangan akal dan pikiran serta penyelidikan yang akan membawa mereka mengetahui hakikat segala sesuatu, sebagai jalan untuk mengenal Allah. Kedua, janji bahwa mereka hanya akan menyembah Allah semata-mata, dan tidak akan memperserikatkan-Nya dengan sesuatu pun; dan bahwa mereka akan beriman kepada rasul-rasul-Nya. Andaikata Bani Israil yang ada pada masa itu memperhatikan janji-janji tersebut, antara lain ialah bahwa Allah akan mengutus seorang nabi yang berasal dari keturunan saudara nenek moyang mereka6) yang menurunkan suatu bangsa yang baru, yaitu bangsa Arab, niscaya mereka beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dan pasti pula mereka mengikuti petunjuk yang diturunkan Allah kepadanya. Dengan demikian mereka akan termasuk orang-orang yang memperoleh kemenangan. Sebaliknya, jika mereka memenuhi janji kepada Allah, maka Allah akan mengizinkan mereka untuk menetap di tanah suci Palestina, dan mereka akan diberi kemuliaan serta kehidupan yang makmur. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi janji-janji mereka itu, antara lain disebabkan karena rasa takut dan khawatir terhadap satu sama lainnya.
3. Agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata. Perintah ini diberikan Allah, karena kenyataan menunjukkan bahwa Bani Israil itu tidak memenuhi janji-janji mereka kepada Allah antara lain, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Hal itu disebabkan karena rasa takut mereka terhadap satu sama lain. Maka Allah memerintahkan agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata, dan jangan takut kepada selain Allah. Sebab, hanya Allah sajalah yang menguasai segala persoalan. Dialah yang telah memberikan nikmat yang begitu besar kepada mereka, Dia pula yang kuasa untuk mencabut kembali nikmat itu dari tangan mereka, dan Dia pula yang akan mengazab mereka karena tidak mensyukuri nikmat itu. Mereka seharusnya tidak perlu merasa takut terhadap sesamanya karena khawatir akan hilangnya sebagian dari keuntungan-keuntungan mereka, atau akan terjadinya malapetaka atas diri mereka karena mengikuti yang hak dan menyalahi kemauan pemimpin-pemimpin mereka. Allah lebih kuasa daripada pemimpin- pemimpin itu.
(41) Dalam ayat ini terdapat dua macam perintah Allah dan dua larangan yang ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka beriman kepada Al-Qur′an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, Rasul terakhir yang diutus Allah kepada seluruh umat manusia. Walaupun keharusan ini pada hakikatnya telah termasuk dalam perintah Allah yang disebutkan pada ayat yang lalu, yaitu agar mereka memenuhi janji, yang antara lain beriman kepada setiap rasul dan kitab yang dibawanya, namun Allah menegaskan lagi perintah ini secara khusus, untuk menunjukkan bahwa beriman kepada Al-Qur′an itu adalah sangat penting, sebab Al-Qur′an itu membenarkan apa-apa yang telah tercantum dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat, dan juga membenarkan kitab-kitab suci yang telah diturunkan Allah kepada nabi-nabi yang sebelumnya. Perintah-perintah yang dibawa Al-Qur′an, antara lain: perintah agar melakukan dakwah, meninggalkan perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak atau pun yang tidak, suruhan untuk berbuat kebajikan, larangan berbuat yang mungkar, dan mempercayai adanya hari akhirat, sebagai hari pembalasan. Hal itu sama dengan apa yang telah diserukan Nabi Musa a.s. kepada mereka, dan juga oleh nabi-nabi sebelumnya, yaitu: mengukuhkan yang hak, memberikan bimbingan kepada semua makhluk serta membasmi kesesatan yang telah mengotori akidah yang benar.
2. Agar mereka jangan tergesa-gesa mengingkari Al-Qur′an sehingga mereka menjadi orang yang pertama-tama mengingkarinya, padahal seharusnya merekalah orang yang mula-mula beriman dengannya, sebab mereka telah lebih dahulu mengetahui hal itu, karena telah diberitakan dalam kitab suci mereka.
3. Agar mereka jangan menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Maksudnya: agar mereka jangan berpaling meninggalkan petunjuk-petunjuk Al-Qur′an untuk mengejar keuntungan yang sedikit, berupa harta atau pun pangkat. Keuntungan-keuntungan yang diharapkan itu adalah kecil sekali, karena dengan demikian mereka tidak akan memperoleh rida Allah, bahkan sebaliknya, mereka akan ditimpa azab-Nya di dunia ini dan di akhirat kelak.
4. Agar mereka bertakwa hanya kepada Allah semata, yaitu dengan beriman kepada-Nya serta mengikuti yang benar, dan meninggalkan kelezatan duniawi apabila ternyata kelezatan duniawi itu menghalangi perbuatan dan pekerjaan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat kelak.
(42) Dalam ayat ini terdapat dua macam larangan Allah yang ditujukan kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka jangan mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Maksudnya, pemimpin-pemimpin Bani Israil suka memasukkan pendapat-pendapat pribadi ke dalam Kitab Taurat, sehingga sukarlah untuk membedakan mana yang benar. Terutama dalam penolakan mereka untuk beriman kepada duniawi apabila ternyata kelezatan duniawi itu menghalangi perbuatan dan pekerjaan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat kelak, mereka membuat-buat alasan untuk menjelek-jelekkannya, dan menyalahtafsirkan ucapan-ucapan nenek moyang mereka, sehingga mereka lebih berpegang kepada ucapan para pemimpin dan tradisi mereka, daripada menerima ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Walaupun perintah itu ditujukan kepada Bani Israil, namun isinya dapat pula ditujukan kepada kaum Muslim dari segala lapisan, terutama para pemimpin dan orang-orang yang memegang kekuasaan, sehingga ayat ini seakan-akan mengatakan, “Hai orang-orang yang memegang kekuasaan, janganlah kamu campur adukkan antara keadilan dan kezaliman, hai para hakim, janganlah kamu campur adukkan antara hukum dan suap; hai para pejabat, janganlah kamu campur adukkan antara tugas dan korupsi; hai para sarjana, janganlah kamu campur adukkan antara ilmu dan harta, dan sebagainya.”
2. Agar mereka tidak menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. Maksudnya: Bani Israil itu telah menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui dari kitab suci mereka. Antara lain ialah berita dari Allah tentang Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang akan diutus sebagai penutup dari semua rasul Allah untuk seluruh umat manusia. Hal ini sengaja mereka tutupi dari masyarakat umum, bahkan mereka berusaha menjelekkan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, untuk menghalangi manusia beriman kepadanya. Ayat ini mencela perbuatan mereka yang demikian itu, dan setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan sesuatu yang benar. Sesudah Allah menyampaikan seruan kepada mereka untuk beriman kepada Al-Qur′an, lalu pada ayat berikut ini Allah memerintahkan agar mereka senantiasa melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan oleh syariat terutama melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan tunduk serta taat kepada perintah-perintah Allah.
(43) Pada ayat ini terdapat tiga macam perintah Allah yang ditujukan kepada Bani Israil, ialah:
1. Agar mereka melaksanakan salat setiap waktu dengan cara yang sebaik-baiknya, melengkapi segala syarat dan rukunnya, serta menjaga waktu-waktunya yang telah ditentukan, menghadapkan seluruh hati kepada Allah dengan tulus dan khusyuk, sesuai dengan syariat yang dibawa Nabi Musa a.s.
2. Agar mereka menunaikan zakat, karena zakat merupakan salah satu pernyataan syukur kepada Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya, dan menumbuhkan hubungan yang erat antarsesama manusia, dan menyucikan hati, karena zakat itu merupakan pengorbanan harta benda untuk membantu fakir miskin, dan dengan zakat itu pula dapat dilakukan kerja sama dan saling membantu dalam masyarakat, di mana orang-orang yang miskin memerlukan bantuan dari yang kaya dan sebaliknya, yang kaya memerlukan pertolongan orang-orang yang miskin. Dalam hubungan ini Rasulullah Shallallahu Alaihis Sallam. telah bersabda:
{إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ}
“Orang Mukmin terhadap Mukmin yang lain tak ubahnya seperti sebuah bangunan, masing-masing bagiannya saling menguatkan.” (Shahih Bukhari No. 459, Kitab: Shalat, Bab: Menyilangkan jari-jari tangan di Masjid))
3. Agar mereka rukuk bersama orang-orang yang rukuk. Maksudnya ialah agar mereka masuk Islam dan melaksanakan salat berjamaah seperti halnya kaum Muslimin. Dalam hubungan ini Rasulullah telah bersabda:
{صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ وَحْدَهُ سَبْعًا وَعِشْرِينَ}
“Salat berjamaah itu lebih utama dengan dua puluh tujuh derajat daripada salat seorang diri”. (Shahih Bukhari No. 611, Kitab: Azan, Bab: Keutamaan Shalat Berjamaah)
Kita telah mengetahui, bahwa salat menurut agama Islam terdiri dari bermacam-macam gerakan jasmaniyah, seperti rukuk, sujud, iktidal, dan sebagainya. Tetapi pada akhir ayat ini salat tersebut hanya diungkapkan dengan kata-kata “rukuk.’’ Hal ini dimaksudkan untuk menekankan agar mereka menunaikan salat dengan benar seperti yang dikehendaki syariat Islam seperti yang diajarkan Rasulullah ﷺ, bukan salat menurut cara mereka dahulu, yaitu salat tanpa rukuk.
(44) Latar belakang ayat ini menurut Ibnu ‘Abbas adalah di antara orang-orang Yahudi di Medinah ada yang memberi nasihat kepada keluarga dan kerabat dekatnya yang sudah masuk Islam supaya tetap memeluk agama Islam. Yang diperintahkan orang ini adalah benar yaitu menyuruh orang lain untuk berbuat benar tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya. Maka pada ayat ini Allah mencela tingkah laku dan perbuatan mereka yang tidak baik dan membawa kepada kesesatan. Di antara kesesatan-kesesatan yang telah dilakukan bangsa Yahudi ialah mereka menyatakan beriman kepada kitab suci mereka yaitu Taurat, tetapi ternyata mereka tidak membacanya dengan baik.
Dan Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka “melupakan” diri mereka. Maksudnya ialah “membiarkan” diri mereka rugi, sebab biasanya manusia tidak pernah melupakan dirinya untuk memperoleh keuntungan, dan dia tak rela apabila orang lain mendahuluinya mendapat kebahagiaan. Ungkapan “melupakan” itu menunjukkan betapa mereka melalaikan dan tidak mempedulikan apa yang sepatutnya mereka lakukan, seakan-akan Allah berfirman, “Jika benar-benar kamu yakin kepada Allah bahwa Dia akan memberikan pahala atas perbuatan yang baik, dan mengancam akan mengazab orang-orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang baik itu, mengapakah kamu melupakan kepentingan dirimu sendiri?”
Cukup jelas bahwa susunan kalimat ini mengandung celaan yang tak ada taranya, karena barang siapa menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan kebajikan tetapi dia sendiri tidak melakukannya, berarti dia telah menyalahi ucapannya sendiri. Para pendeta yang selalu membacakan kitab suci kepada orang-orang lain, tentu lebih mengetahui isi kitab itu daripada orang-orang yang mereka suruh untuk mengikutinya. Besar sekali perbedaan antara orang yang melakukan suatu perbuatan padahal dia belum mengetahui benar faedah dari perbuatan itu, dengan orang yang meninggalkan perbuatan itu padahal dia mengetahui benar faedah dari perbuatan yang ditinggalkannya itu. Oleh sebab itu, Allah memandang bahwa mereka seolah-olah tidak berakal, sebab orang yang berakal, betapapun lemahnya, tentu akan mengamalkan ilmu pengetahuannya.
Firman Allah ini, walaupun ditujukan kepada Bani Israil, namun menjadi pelajaran pula bagi yang lain. Setiap bangsa, baik perseorangan maupun keseluruhannya, hendaklah memperhatikan keadaan dirinya, dan berusaha untuk menjauhkan diri dari keadaan dan sifat-sifat seperti yang terdapat pada bangsa Yahudi yang dikritik dalam ayat tersebut di atas, agar tidak menemui akibat seperti yang mereka alami.
(45) Setelah menjelaskan betapa jeleknya keadaan dan sifat-sifat Bani Israil, sehingga akal mereka tidak bermanfaat bagi diri mereka dan kitab suci yang ada di tangan mereka pun tidak mendatangkan faedah apa pun bagi mereka, maka Allah memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang paling baik, yaitu agar mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat.
Yang dimaksud dengan “sabar” di sini ialah sikap dan perilaku sebagai berikut:
1. Tabah menghadapi kenyataan yang terjadi, tidak panik, tetapi tetap mampu mengendalikan emosi.
2. Dengan tenang menerima kenyataan dan memikirkan mengapa hal itu terjadi, apa sebabnya dan bagaimana cara mengatasinya dengan sebaik- baiknya.
3. Dengan tenang dan penuh perhitungan serta tawakal melakukan perbaikan dengan menghindari sebab-sebab kegagalan dan melakukan antisipasi secara lebih tepat berdasar pengalaman.
Bersikap sabar berarti mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya, dengan cara mengekang syahwat dan hawa nafsu dari semua perbuatan yang terlarang. Melakukan salat dapat mencegah kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dengan salat itu pula kita selalu ingat kepada Allah, sehingga hal itu akan menghalangi kita dari perbuatan-perbuatan yang jelek, baik diketahui orang lain, maupun tidak. Salat adalah ibadah yang sangat utama di mana kita dapat bermunajat kepada Allah lima kali setiap hari.
Melakukan salat dirasakan berat dan sukar, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang benar-benar beriman dan taat kepada Allah, dan melakukan perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena mengharapkan rida-Nya semata, serta memelihara diri dari azab-Nya. Bagi orang yang khusyuk, melaksanakan salat tidaklah dirasakan berat, sebab pada saat-saat tersebut mereka tekun dan tenggelam dalam bermunajat kepada Allah sehingga mereka tidak lagi merasakan dan mengingat sesuatu yang lain, baik berupa kesukaran maupun penderitaan yang mereka alami sebelumnya. Mengenai hal ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
{وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ}
“Dan dijadikan penyejuk hatiku ada dalam salat.”
(Sunan Nasa’i no. 3879, Kitab: Mencintai Wanita, Bab: Menggauli Wanita).
Ini disebabkan karena ketekunannya dalam melakukan salat merupakan sesuatu yang amat menyenangkan baginya, sedang urusan-urusan duniawi dianggap melelahkan.
Di samping itu mereka penuh pengharapan menanti-nanti pahala dari Allah atas ibadah tersebut sehingga berbagai kesukaran dalam melaksanakannya dapat diatasi dengan mudah. Hal ini tidak mengherankan, sebab orang yang mengetahui hakikat dari apa yang dicarinya niscaya ringan baginya untuk mengorbankan apa saja untuk memperolehnya. Orang yang yakin bahwa Allah akan memberikan ganti yang lebih besar dari apa yang telah diberikannya niscaya ia merasa ringan untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang dimilikinya.
(46) Orang-orang yang khusyuk benar-benar yakin bahwa mereka pasti akan kembali kepada Allah dan menemui-Nya pada hari akhirat nanti, dimana semua amalan manusia akan diteliti, dan setiap orang akan menerima balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukannya selama di dunia. Berdasarkan keyakinan semacam itu, dia akan selalu taat kepada peraturan-peraturan Allah serta khusyuk dalam menjalankan ibadah dan amal kebajikan.
KESIMPULAN
Allah memperingatkan Bani Israil yang pada hakikatnya juga kepada seluruh umat manusia, agar:
1. Selalu bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, serta mengharapkan tambahan nikmat tersebut dengan memanjatkan doa ke hadirat-Nya dengan hati yang tulus dan jiwa yang khusyuk.
2. Beriman kepada rasul-rasul Allah serta kitab-kitab yang telah diturunkan kepada mereka, dengan tidak mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil.
3. Beriman yang diikuti dengan ibadah agar iman tersebut bertambah subur dan kukuh. Sebaliknya, ibadah haruslah berlandaskan iman, agar ibadah tersebut menjadi kuat dan kukuh.
4. Melakukan salat berjamaah dan menunaikan zakat. Kedua ibadah itu adalah ibadah-ibadah yang mengandung unsur-unsur pendidikan yang tinggi, untuk mewujudkan hubungan yang kukuh antara sesama manusia.
5. Melaksanakan perintah-perintah agama dengan baik, di samping menganjurkan orang lain untuk melakukannya.
6. Dalam menghadapi persoalan hidup agar tetap bersikap tabah dan senantiasa melaksanakan salat.
7. Khusyuk dalam beribadah, dan taat kepada Allah, serta yakin bahwa dia akan menemui-Nya kelak di akhirat, dan akan menerima pahala atas semua amal salehnya. Dengan demikian melakukan salat dan segala kewajiban lainnya terasa ringan baginya.
InsyaaAllah besuk di lanjutkan ke al-Baqarah/2: ayat 47 s/d 48 tentang ”SYAFAAT DI AKHIRAT”
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
📝✍ Dinukil oleh: Alfaqir ilallah Mangesti Waluyo Sedjati, Hp/WA: 0811254005
📚 REFERENSI :
1. Al-Qur’an Dan Tafsirnya (Edisi
yang Disempurnakan) Juz 01,
Departemen Agama RI,
diterbitkan oleh: Penerbit Lentera
Abadi, Jakarta, Dicetak oleh:
Percetakan Ikrar Mandiriabadi,
Jakarta, 2010
2. 📚📖 Aplikasi Quran Word by Word