Sunday, July 20, 2025
Google search engine
HomeTausiyahBegini Cara Islam Memuliakan Pembantu

Begini Cara Islam Memuliakan Pembantu

JAKARTA-kanalsembilan.com

Hajinews.co.id – Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, tetapi juga mengatur interaksi antar sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. Setiap muslim dituntut untuk berbuat baik kepada siapa pun, tanpa memandang status sosial—termasuk kepada seorang pembantu.

Sebagai agama yang menolak segala bentuk diskriminasi, Islam tidak membedakan manusia berdasarkan kelas sosial. Semua manusia dipandang setara, kecuali dalam hal ketakwaan, dan masing-masing diberikan hak serta kewajiban. Ini juga berlaku dalam hubungan antara majikan dan pembantu.

Seorang pembantu memang memiliki tugas untuk membantu kebutuhan majikannya, namun bukan berarti majikan bebas memperlakukannya sesuka hati. Selain memiliki tanggung jawab, para pembantu juga memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh majikannya. Berikut ini adalah beberapa hak yang dimaksud:

Wajib dibayar

Dibayar adalah hak yang harus dipenuhi seorang majikan pada pembantunya. Perbuatan tidak membayar seorang pembantu sesuai dengan perjanjian adalah termasuk perbuatan zalim.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Menunda membayar hutang bagi seorang bagi orang yang kaya (mampu) adalah kezaliman.” (HR: Bukhari no 2287).

Jika Rasulullah ﷺ menyebut menunda untuk membayar utang atau upah terhadap orang yang berhak menerimanya adalah sebuah kezaliman, apalagi jika tidak membayarnya, atau membayar tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam hadis qudsi, Allah mengancam dengan ancaman keras bagi hamba-Nya yang tidak membayar upah pekerja. Rasulullah bersabda ﷺ:

قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ

Allah berfirman, “Aku akan menentang tiga golongan di hari kiamat, (pertama) orang yang berinfaq kemudian dia menariknya kembali, (kedua) orang yang menjual orang merdeka kemudian memakan uangnya, (ketiga) orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah.” (HR. Bukhari no. 2227).

 

 

Tidak melakukan kekerasan

Dikisahkan bahwa sahabat Abu Mas’ud Al-Anshari ra. pernah mencambuk pembantunya kemudian datang Rasulullah ﷺ di belakangnya tapi dia tidak sadar, kemudian beliau ﷺ bersabda, “wahai Abu Mas’ud ketahuilah, ketahuilah, sungguh Allah lebih mampu untuk menghukummu, dibanding kemampuanmu untuk menghukumnya.”

Setelah menoleh dan sadar bahwa yang mengatakan hal tersebut adalah Rasulullah ﷺ, Abu Mas’ud langsung ingin membebaskan budaknya karena mengharap ridha Allah.

“Wahai Rasulullah ﷺ, dia (budaknya) merdeka demi mengharap wajah Allah” kata Abu Mas’ud.

Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda pada Abu Mas’ud:

أَمَا إِنَّكَ لَوْ لَمْ تَفْعَلْ لَلَفَعَتْكَ النَّارُ

“Niscaya jika kamu tidak melakukan hal itu, maka kamu akan dilahap api neraka.” (HR. Abu Dawud no. 5159).

Diberi Makan, Pakaian, dan Tidak Dibebani di Luar Kemampuan

Islam benar-benar memuliakan kedudukan seorang pembantu. Bahkan dalam hal kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian, mereka berhak mendapatkan perlakuan yang setara dengan majikannya—makan dari makanan yang sama, dan memakai pakaian yang sepadan dengan yang dikenakan oleh majikannya.

Selain itu, seorang majikan tidak boleh memberikan tugas yang melebihi kemampuan pembantunya. Terkait hal ini, diceritakan oleh Ma’rur bin Suwaid bahwa ia pernah melihat sahabat Nabi ﷺ, Abu Dzar Al-Ghifari ra., berjalan bersama budaknya, dan keduanya mengenakan jubah yang sama. Ketika ditanya mengapa mereka berpakaian serupa padahal status mereka berbeda, Abu Dzar pun menjelaskan kisah di baliknya.

Ia bercerita bahwa dahulu ia pernah menghina seseorang dengan mencela ibunya, dan Rasulullah ﷺ menegurnya dengan sabda:

 

 

أَعَيَّرْتَهُ بِأُمِّهِ ‏”‏‏.‏ ثُمَّ قَالَ ‏”‏ إِنَّ إِخْوَانَكُمْ خَوَلُكُمْ جَعَلَهُمُ اللَّهُ تَحْتَ أَيْدِيكُمْ، فَمَنْ كَانَ أَخُوهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَأْكُلُ، وَلْيُلْبِسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ، وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ، فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَأَعِينُوهُمْ.

“Apakah kamu menghina dia dengan mencela ibunya? sesungguhnya kamu masih memiliki sifat jahiliyah. Saudara-saudara kalian adalah budak dan pembantu kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka siapa saja yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makanan dari apa-apa yang ia makan, memberi jenis pakaian yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka suatu hal yang di luar batas kemampuan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Bukhari no. 2545).

Sungguh beruntung para pembantu yang bekerja di bawah naungan majikan yang beriman. Islam telah menetapkan batasan yang jelas mengenai hak-hak yang harus mereka terima dari tuannya.

 

 

Jangan sampai kesalahan dalam memperlakukan pembantu—baik di rumah, di tempat kerja, atau di mana pun—menjadi sebab tertutupnya rahmat Allah bagi kita, bahkan hingga menyeret kita ke dalam siksa neraka.

Dan jika kita merasa pernah bersikap salah atau berlaku tidak adil terhadap pembantu, meminta maaf kepada mereka bukanlah sebuah kehinaan atau hal yang merendahkan martabat kita. Justru, itu adalah bentuk kemuliaan akhlak dan ketakwaan yang sejati.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

“Siapa saja yang perna menzalimi saudaranya, maka hendaknya ia meminta maaf (sebelum kematiannya), karena sesungguhnya (di akhirat) tidak ada dinar maupun dirham. Ia harus meminta maaf pada saudaranya di dunia sebelum pahala kebaikannya diberikan kepada saudaranya (yang dizalimi), atau jika sudah tidak ada lagi pahala kebaikan, maka dosa saudaranya akan dibebankan terhadapnya.” (HR. Bukhari no 6534).

Meningkatnya kasus kekerasan terhadap Asisten Rumah Tangga (ART) belakangan ini bisa jadi berakar dari kurangnya pengetahuan dan ketiadaan pedoman hidup yang dijadikan acuan. Bisa juga disebabkan oleh hati yang mengeras dan mulai hilangnya rasa kemanusiaan dalam diri seseorang.

Sebagai muslim, sudah semestinya kita menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai teladan utama dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam memperlakukan pembantu. Dengan merenungi dan mempelajari akhlak mulia Rasulullah ﷺ melalui sirahnya, diharapkan hati kita menjadi lebih lembut dan rasa kemanusiaan pun kembali tumbuh.

Sebab, Rasulullah ﷺ adalah suri teladan yang sempurna. Bahkan dalam urusan memperlakukan pembantu, beliau adalah contoh terbaik. Seperti yang disampaikan oleh Sayyidah Aisyah ra., beliau bersabda:

مَا ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ خَادِمًا لَهُ وَلاَ امْرَأَةً وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئًا

“Rasulullah ﷺ tidak pernah memukul seorang pembantu maupun seorang perempuan dan juga tidak pernah tangannya memukul sesuatu.” (HR. Ibnu Majah no. 1984).

Wallahu a’lam bi ash-shawab.* artikel diambil dalam laman KESAN.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments