OneDayOneSirah
Edisi 318 dari 732
Oleh: Dr. Ir. Mangesti Waluyo Sedjati
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih memberi kita nikmat iman, Islam, dan kesehatan. Semoga kita selalu dalam lindungan dan rahmat-Nya.
Kita lanjutkan kembali perjalanan dakwah Rasulullah ﷺ dalam membangun peradaban Islam yang penuh hikmah dan kasih sayang.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّد
🌹 Merindukan Mekkah 🌹
Sahabatku yang tercinta, kehidupan di Madinah telah memberikan banyak anugerah bagi kaum Muslimin. Di kota ini, Islam berkembang pesat, dan kaum Muhajirin akhirnya menemukan tempat yang aman setelah bertahun-tahun mengalami tekanan di Mekkah. Namun, di balik ketenangan dan kemenangan yang diraih, ada satu hal yang tetap menggelayut di hati Rasulullah ﷺ dan para sahabat Muhajirin: kerinduan yang mendalam terhadap Mekkah.
*Fatimah dan Kedukaan Rasulullah *ﷺ
Pada tahun-tahun pertama hijrah, beberapa Muslimah Muhajirin telah melahirkan. Di antaranya adalah Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah ﷺ, yang dianugerahi dua putra mulia: Hasan dan Husain. Rasulullah ﷺ sangat mencintai kedua cucunya ini dan sering bermain bersama mereka.
Suatu hari, Hasan dan Husain bermain di hadapan Rasulullah ﷺ. Mereka berlari-lari kecil, saling mengejar dengan gelak tawa yang riang. Ketika Husain berlari dan melompat ke punggung kakeknya, Fatimah yang melihatnya ingin mencegah, tetapi Rasulullah ﷺ memberi isyarat agar membiarkannya.
Namun, di balik kebahagiaan bermain dengan cucu-cucunya, ada tatapan sendu di mata Rasulullah ﷺ. Fatimah yang sangat peka terhadap perasaan ayahnya bertanya dengan lembut,
“Wahai Ayah, apakah engkau sedang berduka? Bukankah engkau baru saja meraih kemenangan yang belum pernah dicapai suku Arab mana pun dengan mengalahkan pasukan Ahzab dan Bani Quraizhah? Ataukah engkau sedang teringat kepada Ibuku, Khadijah?”
Rasulullah ﷺ tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi air mata menetes di pipinya yang mulia. Fatimah memahami bahwa ada kerinduan yang mendalam di hati ayahnya. Ia tidak berkata-kata lagi, membiarkan sang ayah menikmati kebersamaan dengan cucu-cucunya sebagai pelipur lara.
Bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib, Fatimah mencoba memahami kesedihan itu. Akhirnya, mereka menyadari bahwa Rasulullah ﷺ merindukan tanah kelahirannya, Mekkah. Apalagi, saat itu adalah bulan Dzulhijjah, bulan suci yang selama bertahun-tahun mereka lewati dengan berhaji di Baitullah.
Kerinduan Kaum Muhajirin
Bukan hanya Rasulullah ﷺ, tetapi seluruh kaum Muhajirin merasakan rindu yang sama. Mekkah bukan sekadar tanah kelahiran mereka, tetapi juga tempat yang penuh kenangan, di mana mereka pertama kali menerima wahyu, berjuang menegakkan Islam, dan menghadapi penindasan kaum Quraisy.
Kini, mereka berada di Madinah, jauh dari Ka’bah yang dahulu mereka kunjungi setiap hari. Mereka adalah penduduk asli Mekkah, tetapi kaum Quraisy telah merampas hak mereka untuk kembali ke tanah air mereka sendiri. Setiap kali mereka mendengar berita tentang kota suci itu, hati mereka dipenuhi keinginan untuk pulang.
Dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, disebutkan bahwa para sahabat Muhajirin sering berkumpul membicarakan Mekkah. Mereka mengenang rumah-rumah mereka yang telah dirampas, keluarga yang masih tertinggal, dan terutama Ka’bah yang mereka rindukan.
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Demi Allah, tidak ada satu malam pun aku tidur di Madinah tanpa bermimpi tentang Mekkah. Betapa aku merindukan tanah kelahiranku.”
(Sirah Ibnu Hisyam, Jilid 2)
Demikian pula dengan Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu, mantan budak yang dahulu disiksa di Mekkah. Ketika Rasulullah ﷺ menyuruhnya mengumandangkan azan pertama kali di Madinah, ia menangis tersedu-sedu karena teringat masa-masa ia berazan di Mekkah.
“Ya Allah, Engkau telah menyelamatkan kami ke negeri yang penuh berkah ini. Namun, aku rindu mendengar azan di Masjidil Haram.” (Sirah Nabawiyah Ibnu Katsir)
Quraisy Menghalangi Kaum Muslimin Berhaji
Bulan Dzulhijjah semakin dekat. Dalam tradisi Arab, Mekkah adalah tanah suci yang terbuka bagi semua suku, bahkan bagi musuh-musuh Quraisy sekali pun. Sejak zaman Nabi Ibrahim عليه السلام, siapa pun boleh memasuki kota itu untuk berhaji dan beribadah kepada Allah.
Namun, Quraisy justru melanggar tradisi ini. Mereka menghalangi kaum Muslimin untuk kembali ke tanah air mereka, bahkan hanya untuk menunaikan ibadah haji. Ini adalah sikap yang sangat tidak adil, karena Mekkah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi semua orang.
Rasulullah ﷺ pun mulai berpikir, bagaimana caranya agar kaum Muslimin bisa kembali ke Mekkah dan menunaikan ibadah haji dengan aman?
Pertanyaan ini menggantung di hati semua sahabat. Mereka menatap jauh ke arah selatan, ke arah Mekkah yang mereka rindukan siang dan malam. Apakah mereka akan dibiarkan terusir selamanya dari tanah air mereka?
💎 Pelajaran yang Bisa Kita Petik
1. Hijrah ke Madinah tidak menghapuskan rasa cinta Rasulullah ﷺ dan para sahabat terhadap Mekkah. Meskipun mereka telah menemukan kedamaian di Madinah, rasa rindu terhadap tanah suci tetap ada.
2. Perjuangan di jalan Allah tidaklah mudah. Kaum Muslimin harus mengorbankan tanah air, keluarga, bahkan nyawa demi mempertahankan iman mereka.
3. Kaum Quraisy melanggar tradisi leluhur mereka sendiri dengan menghalangi kaum Muslimin dari Ka’bah. Padahal, Mekkah adalah kota suci yang seharusnya terbuka bagi semua orang.
4. Kerinduan terhadap tanah suci adalah fitrah bagi setiap Muslim. Hingga saat ini, setiap Muslim di dunia selalu merindukan Baitullah dan berharap bisa kembali ke sana untuk beribadah.
Semoga Allah menguatkan iman kita dan mempertemukan kita kembali dengan tanah suci-Nya.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا سَبِيلاً إِلَى بَيْتِكَ الْحَرَامِ، وَارْزُقْنَا زِيَارَتَهُ مَرَّاتٍ وَمَرَّاتٍ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ,,, 🤲
“Ya Allah, berilah kami jalan menuju rumah-Mu yang suci. Anugerahkanlah kami kesempatan untuk kembali mengunjunginya berulang kali dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Pengasih.”
Kita lanjutkan kisah ini di edisi berikutnya, In syaa Allah. 😊
🎯 Sukseskan Gerakan:
1. Takbiratul Ihram Bersama Imam, Minimal Tidak Masbuq.
2. “Rebutlah” Shaf Pertama.
وَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
📝 Disusun oleh:
Alfaqir ilallah Mangesti Waluyo Sedjati
(Ketua KBIHU Baitul Izzah Sidoarjo, Hp/WA: 0811 254 005)
📚 Referensi Kitab
1. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam – Ibnu Hisyam
2. Ar-Rahiq Al-Makhtum – Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
3. Fiqih Sirah Nabawiyah – Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi
4. Al-Bidayah wa An-Nihayah – Ibnu Katsir
5. Zaadul Ma’ad – Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
6. At-Tabaqat Al-Kubra – Ibnu Sa’ad
7. Sirah Nabawiyah Ibnu Katsir
8. Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an – Al-Qurthubi
💎 Semoga bermanfaat! Jika bermanfaat, silakan bagikan kepada yang lain.
Gabung group Siroh Nabawiyah WA: https://bit.ly/Siroh9
Telegram: https://t.me/BaitulIzzah_SirahNabawiyah
*Klik utk baca:*https://www.facebook.com/share/1CAPaFXLH6/?mibextid=wwXIfr