Tuesday, October 15, 2024
Google search engine
HomeTausiyahIkhlas Merupakan Kunci Utama Diterimanya Amal Shalih

Ikhlas Merupakan Kunci Utama Diterimanya Amal Shalih

𝗗𝗘𝗙𝗜𝗡𝗜𝗦𝗜 𝗜𝗞𝗛𝗟𝗔𝗦

Ikhlas artinya memurnikan niat taqarrub kepada Allah dari semua hal yang mencemarinya. Menurut yang lain, ikhlas itu artinya memfokuskan niat hanya untuk Allah ketika melakukan ketaatan. Ada juga yang mengatakan, ikhlas adalah, tidak berorientasi kepada makhluk, karena selalu berorientasi kepada Khaliq. Adapun ikhlas merupakan kunci utama diterimanya amal shalih yang dilakukan sesuai sunnah Rasulullah ﷺ.

Ikhlas adalah perkara yang Allah perintahkan kepada kita. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama ….” (QS. Al-Bayyinah : 5)

Terkait dengan perintah ikhlas ini, diriwayatkan dari Abu Umamah radhiallaahu ‘anhu, dia menuturkan: Seorang laki-laki menghadap Rasulullah ﷺ, lalu bertanya kepada beliau:
“Apa pendapat engkau tentang laki-laki yang berperang karena imbalan dan nama baik, apa yang akan ia peroleh?”
Beliau lalu menjawab: “Ia tidak memperoleh apa pun!” Lelaki tadi mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, namun beliau ﷺ tetap menjawab: “Ia tidak memperoleh apa pun!” Setelah itu, beliau melanjutkan:

إنَِّ اللهَ لَا يقَبْلَُ مِنَ العْمَلَِ إلَِّا مَا كَانَ لَه خَالصًِا وَابْتَغَى بهِ وجَْهَه

“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu amalan, kecuali yang ikhlas untuk-Nya dan karena mengharapkan wajah-Nya.”

(HR. An-Nasa-i (VI/25) pada pembahasan jihad. Al-Iraqi menyatakan dalam Takhrîj al-Ihyâ (IV/28) bahwa hadits tersebut hasan. Al-Mundziri mengatakan dalam at-Targhîb (I/24): “Sanadnya jayyid.” Al-Albani juga menyatakan dalam ash-Shahîhah (no. 52) bahwa hadits tersebut hasan).

Dari Abu Sa’id al-Khudri, dari Nabi ﷺ, bahwa saat haji Wada’ beliau bersabda:

نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ‏.‏ ثَلاَثٌ لاَ يُغَلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومِ جَمَاعَتِهِمْ

“Semoga Allah membaguskan kondisi seseorang yang mendengar sabdaku dan memahaminya. Betapa banyak orang yang menyampaikan riwayat, namun dia tidak memahami riwayat tersebut. Ada tiga perkara yang bila ada dalam hati seorang mukmin niscaya dia tidak akan berkhianat:
(1) mengikhlaskan amalannya untuk Allah,
(2) menasihati pemimpin-pemimpin kaum muslimin, dan
(3) tetap bersama jamaah mereka.”

(HR. At-Tirmidzi (X/126) pada pembahasan ilmu, dan dia berkata: “Hadits hasan shahih.” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (I/84) pada mukaddimah, ad-Darimi (I/76), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/236), dan Ahmad (IV/82 dan 80). Hadits tersebut dinyatakan shahih oleh al-Albani).

Maksudnya, ketiga perkara tersebut bisa memperbaiki kondisi hati. Dengan demikian, siapa saja yang memiliki ketiga akhlak tersebut, niscaya hatinya akan terbebaskan dari sifat khianat, selamat dari kerusakan, serta bersih dari kejahatan.

Seorang hamba tidak akan selamat dari perangkap syaitan kecuali dengan bersikap ikhlas. Ini sebagaimana firman-Nya:

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (QS. Shâd : 83)

Dalam sebuah riwayat disebutkan, seseorang dari kalangan shalih pernah berkata kepada dirinya sendiri:

يا نفس أخلصي تتخلصي

“Wahai jiwaku, ikhlaslah, niscaya engkau akan selamat!”

Dikarenakan hati dan jiwa manusia selalu cenderung kepada semua bentuk kesenangan duniawi, baik sedikit atau banyak, sehingga tatkala hasrat terhadap kesenangan duniawi mengontaminasi amal seorang, maka akibatnya kejernihan jiwanya akan tercemar dan keikhlasan hatinya pun akan pudar.

Di lain sisi, sebenarnya manusia itu tidak bisa lepas dari kesenangan duniawi, mereka sering terlena. Sedikit sekali amal ibadah yang bisa terbebas dari kotoran dan parasit duniawi ini.

Dari itulah sebuah pepatah mengatakan: “Siapa yang pernah melewati satu detik dalam hidupnya demi untuk mengikhlaskan segalanya karena mengharap wajah Allah, niscaya ia selamat.” Hal ini karena sangat berartinya nilai sebuah keikhlasan dan sulitnya membersihkan hati dari segala hal yang mencemarinya.

Jadi, pengertian ikhlas adalah, membersihkan hati dari segala macam noda yang bisa mencemarinya, baik sedikit maupun banyak, sampai niatnya menjadi murni untuk bertaqarub hanya kepada Allah semata, tidak ada motivasi lain.

Kondisi seperti ini hanya dijumpai pada diri seorang hamba yang sangat mencintai Allah Ta’ala, dan obsesinya hanyalah untuk negeri akhirat. Ia tidak lagi mempunyai hasrat terhadap kesenangan duniawi. Bagi hamba yang seperti ini, ketika ia makan dan minum, atau memenuhi hajatnya, semua itu ia lakukan dengan penuh keikhlasan dan niat yang benar.

Siapa pun yang kondisinya tidak seperti tersebut di atas, berarti pintu keikhlasan akan senantiasa tertutup baginya. Kalaupun terbuka baginya, namun itu amat jarang. Seseorang yang dikuasai perasaan cinta kepada Allah dan akhirat, semua rutinitasnya pasti dilatarbelakangi oleh perasaan cintanya itu, yang kemudian mengkristal menjadi sebuah keikhlasan.

Demikian pula sebaliknya, seseorang yang telah dikuasai oleh cinta dunia, pangkat maupun kedudukan, dan apa pun selain Allah, semua aktivitasnya dilakukan karena rasa cintanya itu. Sehingga semua amal ibadahnya senantiasa ia niatkan “untuk selain Allah”, baik itu puasa, shalat maupun ibadah lainnya. Dan kalaupun ada yang selamat, itu jarang terjadi.

(gwa-saudara-muslim-2).

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments