Adapun cara untuk meraih keikhlasan yaitu dengan,
1) meredam hawa nafsu,
2) tidak tamak terhadap dunia, dan
3) hanya berorientasi kepada akhirat,
sampai ketiganya berakar dalam hati seorang hamba.
Dengan melakukan ketiga hal di atas, niscaya seorang hamba akan mudah beramal dengan ikhlas. Betapa banyak amalan yang dilakukan dengan susah payah, dan karena mengharap wajah Allah semata, padahal ia telah terkecoh. Ini karena ia tidak menyadari kecacatan amalnya.
Disebutkan sebuah kisah, bahwa ada seseorang yang biasa shalat di shaff pertama. Suatu ketika, ia terlambat datang sehingga ia pun shalat di shaff kedua. Ia merasa malu kepada orang-orang, sebab dirinya terlihat berada di shaff yang kedua. Akhirnya ia pun menyadari, bahwa kebahagiaan dan ketenangan hatinya akibat shalat pada shaff terdepan itu hanyalah lantaran ia ingin dilihat oleh orang lain.
Perasaan ingin dilihat orang lain atau riya terkadang dianggap hal sepele dan jarang disadari. Amat sedikit amal yang bisa lepas darinya dan jarang sekali orang menyadari hal ini, kecuali mereka yang diberi petunjuk oleh-Nya. Kelak pada hari Kiamat, mereka yang tak menyadari perkara semacam ini akan melihat amal baiknya menjadi sebuah perbuatan dosa. Mereka itulah yang dimaksud oleh Allah dalam firman-Nya:
وَبَدَا لَهُم مِّنَ ٱللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا۟ يَحْتَسِبُونَ * وَبَدَا لَهُمْ سَيِّئَاتُ مَا كَسَبُوا وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“… Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang dahulu tidak pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka kejahatan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka diliputi oleh apa yang dahulu mereka selalu memperolok-olokkannya.”
(QS. Az-Zumar : 47-48)
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا * ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Katakanlah (Muhammad): ‘Perlukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?’ (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi : 103-104)
(gwa-kb-pii-jatim).