Allah Ta’ala tidak akan menerima amal apa pun sebelum terpenuhi dua syarat:
(1) syarat batiniah, yaitu ikhlas; serta
(2) syarat lahiriah, yaitu ittiba, atau mengikuti sunnah Rasul. Ketentuan inilah yang terdapat di dalam al-Qur-an dan Sunnah Rasul ﷺ.
Allah berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk : 2)
Al-Fudhail menjelaskan: “Maksudnya, siapakah yang paling ikhlas amalnya. Namun, kalaupun suatu amalan dilakukan dengan ikhlas, tetapi tidak benar, tidak sesuai petunjuk Rasul, maka amalan tersebut tidak diterima. Dan demikian pula sebaliknya, apabila amalan itu dilakukan dengan benar, sesuai petunjuk Rasul, tetapi tidak ikhlas, tetap tidak akan diterima.”
Allah Ta’ala juga berfirman:
فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
“… Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al Kahfi : 110)
Jadi, maksud amal shalih dalam ayat tersebut adalah amal yang sesuai Sunnah Rasul ﷺ; sedangkan maksud tidak menyekutukan Allah ialah, berniat ikhlas.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan ….” (QS. An-Nisâ : 125)
Maksud “berserah diri kepada Allah” adalah ikhlas. Sedangkan “mengerjakan kebaikan” maksudnya adalah mengikuti sunnah / petunjuk Rasulullah ﷺ.