Tuesday, April 22, 2025
Google search engine
HomePolitikKalender Hijriyah Global: Menuju Satu Hari, Satu Tanggal Untuk Persatuan Umat Islam...

Kalender Hijriyah Global: Menuju Satu Hari, Satu Tanggal Untuk Persatuan Umat Islam Sedunia

Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati
(Ketua Majelis Ilmu Baitul Izzah)
Sidoarjo, 17 Maret 2025

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Kalender Hijriah adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Islam sebagai pedoman dalam menentukan waktu-waktu ibadah, seperti puasa Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, dan ibadah haji. Namun, perbedaan metode penentuan awal bulan Hijriah telah menyebabkan ketidakseragaman dalam pelaksanaan ibadah di berbagai belahan dunia, sehingga menimbulkan kebingungan di tengah umat Islam.
Persoalan ini telah berlangsung selama berabad-abad. Metode rukyat hilal yang digunakan oleh sebagian negara sering kali menghasilkan hasil yang berbeda karena faktor geografis, kondisi atmosfer, dan keterbatasan teknologi observasi. Sementara itu, metode hisab yang lebih modern dan berbasis perhitungan astronomi tidak selalu diterima oleh semua ulama dan negara. Akibatnya, setiap tahun kita masih menyaksikan perbedaan dalam penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijah, yang pada gilirannya menyebabkan pelaksanaan ibadah puasa, Idul Fitri, dan Idul Adha tidak sama di seluruh dunia.
Sebagai solusi dari permasalahan ini, seorang ulama asal Indonesia, Mawlana Syeikh Muhammad Makmun, pada tahun 1954 di Makkah memperkenalkan konsep kalender Hijriah satu tanggal dan satu hari yang bertujuan untuk menyatukan sistem penanggalan Islam secara global. Konsep ini berbasis pada hisab astronomi yang lebih akurat, dengan menetapkan kota Makkah sebagai tempat dan pusat perhitungan kalender Islam.
Artikel ini akan mengulas konsep dasar kalender Hijriah Satu Tanggal dan Satu Hari, membandingkan dengan metode yang digunakan saat ini, serta mengkaji kemungkinan implementasinya dalam dunia Islam dengan pendekatan astronomi dan fiqih.

2. Isi dan Pembahasan
2.1 Problematika Penanggalan Hijriah dalam Dunia Islam
Sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab, kalender Hijriah diresmikan sebagai sistem penanggalan Islam. Seiring berjalannya waktu, dalam praktiknya sekarang ini, kita bisa ketahui bahwa terdapat dua pendekatan utama yang digunakan dalam penentuan awal bulan Hijriah, yaitu metode rukyat (pengamatan hilal dengan mata kepala) dan metode hisab (perhitungan astronomi).

1. Metode Rukyat (Observasi Hilal dengan mata kepala)
Metode rukyat adalah metode yang dipakai untuk menentukan awal bulan (new moon) yaitu ditandai dengan cara melihat (dengan mata kepala) mengamati penampakan (visibilitas) Bulan Sabit (hilal) ketika matahari terbenam (waktu magrib) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Namun demikian dengan perkembangan teknologi sekarang ini, metode rukyat sudah menggunakan alat bantu optik seperti teleskop dan lain-lain. Apabila hilal dapat terlihat, maka pada petang tersebut telah memasuki tanggal 1. Jika hilal tidak dapat terlihat, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Dengan demikian maka dapat di artikan bahwa pergantian hari dalam kalender Hijriyah itu terjadi pada waktu Magrib setiap harinya. Hal ini yang masih berlaku umum di hampir di semua wilayah dunia Islam.
Adapun negara-negara yang masih mengandalkan metode ini antara lain:
– Indonesia
– Arab Saudi
– Pakistan
– Maroko
– Malaysia
– Brunei
– Singapura
Ada beberapa kelemahan dari pemakaian metode rukyat yang diantaranya:
– Sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, dimana hilal akan sulit terlihat pada saat cuaca mendung atau hujan.
– Dengan letak dan kondisi geografis yang berbeda-beda maka hasil observasi pengamatan terhadap visibilitas hilal akan bervariasi di berbagai belahan dunia.
– Kurang presisi. Hasil pengamatan bisa berbeda antara satu pengamat dengan pengamat lainnya.
– Tidak bisa diterapkan diwilayah tertentu, misal disekitar daerah kutub yang mustahil dilakukan rukyat karena ada waktu dimana matahari tidak terbenam sampai 6 bulan lamanya.

2. Metode Hisab (Perhitungan Astronomi)
Metode ini menggunakan perhitungan matematis dan astronomi untuk menentukan kapan bulan baru lahir. Awal bulan qamariah dimulai apabila pada hari ke-29 bulan berjalan saat matahari terbenam terpenuhi tiga syarat berikut secara kumulatif, yaitu
1) telah terjadi ijtimak;
2) ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam; dan
3) pada saat matahari terbenam Bulan (piringan atasnya) berada di atas ufuk. Singkatnya, berapapun dan bagaimanapun posisi dan ketinggian bulan secara matematis saat matahari terbenam selama bulan sudah berada di atas ufuk, esok adalah hari pertama bulan baru.
Negara-negara yang telah mengadopsi metode ini secara penuh antara lain:
• Turki
Keunggulan Metode Hisab:
– Akurat dan dapat diprediksi jauh hari sebelumnya.
– Bersifat global yang artinya tidak tergantung dengan kondisi dan lokasi geografis.
– Menghilangkan ketidakpastian. Tidak perlu menunggu pengamatan hilal.
Adapun dampak perbedaan antara kedua metode ini antara lain:
1. Perbedaan awal Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan ketidaksamaan dalam ibadah puasa dan hari raya.
2. Ketidaksamaan dalam ibadah haji, karena negara-negara menggunakan tanggal dan hari yang berbeda.
3. Dengan kalender Islam tidak seragam akan sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dan pendidikan.

Dalam penerapannya, baik metode rukyat maupun metode hisab keduanya melakukan observasi visible hilal pada waktu terbenamnya matahari (waktu magrib).
Sebagian besar umat Islam masih menggunakan Magrib sebagai batas waktu pergantian hari. Namun demikian. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka beberapa pakar dunia Islam sudah mulai menyampaikan pendapatnya bahwa pergantian hari bukan di waktu magrib tetapi pada jam jam 00 malam.
Ada kelemahan jika waktu magrib ditetapkan sebagai waktu pergantian hari. Jam waktu magrib tidak selalu sama setiap harinya. Waktu Magrib selalu berubah sebagai akibat dari peredaran dan posisi Matahari, Bulan dan Bumi sepanjang tahun. Yang lebih mendasar lagi tidak ada dalil yang ekplisit mengatakan pergantian hari adalah di waktu magrib.
Dengan menggunakan Magrib sebagai dasar perhitungan dimulainya hari maka besar kemungkinan di masing-masing wilayah akan punya kalender yang bisa berbeda. Dengan kalender Hijriyah yang berbeda-bedanya, menjadikan Kalender Masehi tidak ada kepastian atas satu kesatuan tanggal. Misal; Bisa saja di Makkah sudah tanggal satu, tapi di wilayah lain belum tanggal satu. Ini adalah fakta yang terjadi sekarang. Kalau ada suatu peristiwa terjadi, akan di catat di masing-masing wilayah dengan tanggal yang berbeda.
Dengan contoh ilustrasi di atas, sangat besar kemungkinan timbul terjadinya perbedaan penanggalan terhadap suatu peristiwa akibat perbedaan metodelogi, perbedaan wilayah geografis dll.

2.2 Konsep Dasar Kalender Hijriah Satu Tanggal dan Satu Hari
Sebagai solusi dari permasalahan ini, Mawlana Syeikh Muhammad Makmun, Kepala Dzikrullah Tharieqatul Mufarridiyyah yang bermula di Makkah tahun 1954 memperkenalkan lima prinsip dasar dalam sistem kalender Hijriah global:
1. Satu Hari Satu Tanggal di Seluruh Dunia
Kita umat Islam memerlukan sistem penanggalan Hijriyah yang sifatnya Global untuk menyamakan pencatatan yang sama atas tanggal, bulan dan tahun terjadinya suatu peristiwa yang sudah, sedang dan akan terjadi, yang berlaku sepanjang massa dan dimana saja diseluruh muka bumi. Sistem Satu Hari Satu Tanggal yang tidak di batasi oleh zona wilayah batas negara. Secara umum kalender hijriyah yang di perlukan adalah kalender yang bahkan bisa di terima dan di pakai di daerah kutub, yang mana keadaannya, matahari bisa bersinar selama 4 sampai 6 bulan lamanya, sehingga sangat mustahil melakukan rukyat. Bahkan dengan metode hisabpun, kalau masih menggunakan magrib sebagai batas pergantian hari maka hisab tidak bisa diterapkan untuk wilayah tersebut.
Dengan menerapkan sistem satu hari satu tanggal diharapkan tidak ada lagi perbedaan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah antar negara dan di belahan dunia manapun.

Data Pendukung:
Konferensi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Dakar (2008) menghasilkan keputusan bahwa kalender Islam harus menuju satu sistem global. (dikutib dari Dr. Ma’rifat Iman, 2010 dalam buku Kalender Pemersatu Dunia Islam):
(1) Pemecahan problematika penentuan bulan qamariyah dikalangan kaum muslimin tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan hisab guna menentukan awal bulan qamariyah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat, dan menyepakati pula bahwa penggunaan hisab itu adalah untuk penolakan rukyat dan sekaligus penetapannya;
(2) Kalender Islam adalah sarana hisab untuk menentukan kedudukan hari dalam aliran waktu secara pasti di masa lalu, sekarang dan yang akan datang, cocok untuk ibadah dan sekaligus muamalah, serta mengacu kepada referensi sistem ruang waktu astronomis dunia;
(3) Kalender Internasional Islam adalah kalender terpadu, bukan kalender yang membagi-bagi dunia kepada sejumlah tanggal;
(4) Kalender Islam itu harus dapat menampung urusan ibadah dan muamalah sekaligus;
(5) Bertitik tolak dari kerangka referensi sistem ruang waktu astronomis dunia.
Selanjutnya Dr. H.M. Ma’rifat Iman, KH., MA. penulis buku Kalender Pemersatu Dunia Islam setebal 269 halaman yang disebutkan di atas yang juga merupakan disertasi doktornya, telah menyimpulkan dari hasil penelitiannya sebagai berikut:
1. Sistem yang paling tepat dalam menghitung dan menetapkan kalender Islam ialah sistem hisab yang bersifat kontemporer (hisab tahqiqi bi al-‘ashri)
2. Sistem pemikiran kalender yang dapat dijadikan rujukan untuk menyatukan kalender Islam secara internasional adalah Sistem Kalender Unifikasi karya Jamaluddin Abdal Raziq dari Maroko, yaitu dengan menjadikan pembatas waktu konjungsi pukul 00.00–12.00 dan pukul12.00–24.00.
3. Dalam rangka menyatukan kalender Islam perlu suatu ketentuan tentang kapan dan di mana dimulainya hari, yaitu jatuh pada waktu tengah malam (pukul 00.00), dan di garis tanggal internasional.
Studi oleh Dr. H.M. Ma’rifat Iman dalam buku Kalender Pemersatu Dunia Islam menunjukkan bahwa kalender Islam terpadu lebih efisien dan lebih dapat diandalkan dibandingkan sistem yang berbasis rukyat lokal.

2. Penentuan Bulan Baru Setelah Melewati Fase 0 Derajat (Konjungsi/Ijtimak)
– Jika bulan telah melewati fase nol derajat dalam konjungsi (ijtimak), maka bulan baru dianggap telah lahir.
– Hilal tidak perlu terlihat dengan mata kepala karena keberadaannya dapat dipastikan dan diketahui melalui perhitungan astronomi.

Data Pendukung:
• NASA dan US Naval Observatory telah mengembangkan model perhitungan fase bulan yang dapat menentukan konjungsi bulan dengan akurasi hingga hitungan detik.
• Studi oleh Royal Astronomical Society menunjukkan bahwa hilal baru bisa terlihat dengan mata telanjang atau mata kepala setelah mencapai ketinggian 7 derajat di atas cakrawala, yang menyebabkan ketidaksesuaian antara rukyat dengan hisab.

3. Pergantian Hari Sejak 00:00 Malam
Pergantian hari dalam kalender Islam diubah dari magrib menjadi 00:00 tengah malam, seperti kalender Masehi.
The International Organization for Standardization (ISO) dalam spesifikasi ISO 8601 menyatakan: “00:00:00” dapat digunakan untuk merujuk ke tengah malam yang sesuai dengan saat di awal hari kalender dan “24:00:00” untuk merujuk ke tengah malam yang sesuai dengan saat di akhir hari kalender.
Di dalam dunia Islam beberapa ilmuwan sudah menerapkan bahwa hari dimulai sejak pada saat tengah malam (00:00); yaitu yang dipelopori oleh seorang peneliti dari Maroko yaitu Wakil Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, Jamaluddin Abd al Raziq. Beliau telah melakukan suatu riset yang memakan waktu cukup lama dan melakukan pengujian terhadap 600 bulan qamariyah (50 Tahun) dari tahun 1421 H-1470 H. Pendapat beliau ini kemudian banyak diikuti peneliti peneliti muslim lainnya serta ditegaskan lagi oleh para Ilmuwan Majlis Fikih Amerika Utara (Fiqh Council of North America/FCNA).
Adapun keuntungan yang dapat diambil diantaranya:
– Menyederhanakan administrasi dan penjadwalan global.
– Memudahkan sistem perbankan, pendidikan, dan bisnis Islam.

4. Makkah sebagai Pusat Perhitungan Kalender
Dalam hal ini, tempat yang paling tepat sebagai Pusat Perhitungan Kalender sudah tentu adalah di Makkah. Makkah adalah kiblatnya umat Islam, sejak para Nabi-nabi, mulai dari Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW., dan juga menjadi tempat yang paling mewakili seluruh ummat Islam di seluruh dunia.
Artinya: _“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.”_ (QS. Al Baqarah
ayat 144).

Dan jika dilihat dari posisi astronomisnya, Makkah adalah tempat lebih stabil. Makkah juga sebagai tempat tahun hijrah dimulai dari waktu sejarah Nabi SAW berhijrah dari Makkah ke Medinah.

5. Pergantian Bulan Berdasarkan Waktu New Moon di Makkah
a. Jika New Moon terjadi sebelum Zuhur di Makkah, maka tanggal 1 bulan baru ditetapkan pada hari itu.
b. Jika New Moon terjadi setelah Zuhur di Makkah, maka bulan baru dimulai keesokan harinya.

Data Pendukung:
• New Moon untuk 1 Ramadhan 1446 H terjadi pada 28 Februari 2025 pukul 03:44 di Makkah, sehingga tanggal 1 Ramadhan 1446 H ditetapkan pada 28 Februari 2025.
• New Moon untuk 1 Syawal 1446 H terjadi pada 29 Maret 2025 pukul 13:57 di Makkah, sehingga 1 Syawal 1446 H ditetapkan pada 30 Maret 2025.

3. Tantangan Implementasi Kalender Hijriah Global
3.1 Perlawanan dari Ulama Rukyat
Hadits berikut ini masih dijadikan pegangan utama oleh sebagian besar ulama. Mereka masih berbendapat bahwa melihat hilal harus dilakukan dengan cara rukyat (melihat dengan mata kepala)
_“Berpusalah karena melihat hilal dan berbukalah (berlebaranlah) kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan
sya’ban tiga puluh hari”._ (HR. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Namun pada hakikatnya, tujuan akhir melihat adalah untuk ‘mengetahui’. Dan untuk mengetahui kapan terjadi pergantian bulan (bulan baru) itu bisa dilakukan dengan bermacam-macam cara. Tidak hanya terbatas kepada pengertian ‘melihat dengan mata’ saja, atau dengan alat (misalnya teropong) akan tetapi bisa juga dengan perhitungan (hisab) dan lain sebagainya. Salah satu contoh sederhana: Melihat berita di TV, kita tidak harus ada di tempat kejadian itu tapi kita bisa mengetahui sebuah peristiwa dan itu adalah realita yang akurat dan bisa menjadi fakta kebenaran. Apa lagi saat ini, sangat mudah sekali mendapatkan data-data yang sifatnya universal tentang kapan terjadinya bulan baru/new moon itu.
Untuk itu kita hendaknya terus mengedukasi ulama bahwa “melihat hilal” dapat juga mencakup metode dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan hanya dengan melihat hilal dengan mata kepala.

3.2 Perbedaan Metode Antar Negara
Kita menyadari bahwa tidak mudah untuk mengubah metode yang sudah diterapkan suatu negara, dan kita dihadapkan dengan realita bahwa banyak negara yang merasa enggan untuk mengubah sistem kalendernya.
Namun demikian kita berusaha untuk terus melakukan pendekatan dengan cara yang arif dan tidak tertutup kemungkinan kita mengusulkan untuk melakukan melakukan Pembentukan Dewan Kalender Islam Internasional.

3.3 Keterbatasan Teknologi
* Banyak negara belum memiliki akses ke teknologi astronomi.
• Solusi: Investasi dalam observatorium dan satelit pemantauan bulan.

4. Analisis Tambahan dan Pendalaman Data Pendukung
4.1 Sejarah Kalender Islam dan Evolusinya
Untuk memahami mengapa sistem kalender Hijriah mengalami perbedaan dalam penetapan awal bulan, penting untuk melihat perkembangan sejarah kalender Islam:
1. Era Rasulullah ﷺ
* Kalender Islam sudah digunakan pada masa Rasulullah ﷺ, tetapi belum memiliki penentuan awal bulan yang baku.
* Rasulullah ﷺ dan para sahabat menggunakan rukyat hilal sebagai metode utama dalam menentukan bulan baru.
2. Era Khalifah Umar bin Khattab (17 H / 638 M)
* Kalender Hijriah resmi ditetapkan sebagai sistem penanggalan Islam.
* Tahun hijrah Nabi Muhammad ﷺ dijadikan sebagai tahun pertama dalam kalender Islam.
* Metode rukyat hilal tetap digunakan karena keterbatasan ilmu astronomi saat itu.
3. Era Kekhalifahan Abbasiyah (750-1258 M)
* Ilmu astronomi mulai berkembang pesat.
* Beberapa ilmuwan Muslim seperti Al-Battani (858-929 M) dan Al-Biruni (973-1048 M) mengembangkan perhitungan astronomi yang lebih akurat untuk menentukan awal bulan.
* Meski hisab sudah dikenal, banyak ulama tetap berpegang pada rukyat.
4. Era Modern
* Seiring dengan perkembangan ilmu astronomi dan teknologi pengamatan hilal, beberapa negara mulai mengadopsi metode hisab.
* Perbedaan pendapat antara penganut rukyat dan hisab tetap terjadi, yang menyebabkan perbedaan awal bulan dalam kalender Islam hingga saat ini.

Data Pendukung Sejarah
* Penelitian oleh Dr. David A. King dalam jurnal Islamic Astronomy (2016) menunjukkan bahwa ilmuwan Muslim pada abad ke-9 sudah mampu menghitung konjungsi bulan dengan akurasi yang sangat tinggi, tetapi belum diterima sebagai metode utama dalam penentuan awal bulan Islam.
* Kajian oleh Prof. Salim Al-Hassani (2019) mengungkap bahwa metode hisab sebenarnya sudah digunakan di beberapa wilayah Islam sejak abad ke-11, tetapi tidak diadopsi secara luas karena faktor politis dan perbedaan mazhab.

4.2 Studi Ilmiah tentang Akurasi Hisab dibandingkan Rukyat
Perbedaan antara metode rukyat dan hisab sering menjadi perdebatan, tetapi studi ilmiah telah membuktikan bahwa metode hisab lebih akurat dan lebih dapat diandalkan dalam penentuan awal bulan Islam.
1. Perbandingan Akurasi Hisab dan Rukyat
* Rukyat (Pengamatan Langsung dengan mata kepala)
* Bergantung pada kondisi cuaca dan atmosfer.
* Rentan terhadap kesalahan manusia (human error).
* Bisa berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.
* Hisab (Perhitungan Astronomi)
* Dapat memperkirakan posisi bulan hingga hitungan detik dan derajat ketinggian bulan secara persisi.
* Tidak dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kondisi fisik geografis.
* Konsisten dan dapat diterapkan secara global.
2. Studi Empiris tentang Akurasi Hisab
• Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Indonesia menemukan bahwa perhitungan hisab dapat menentukan waktu konjungsi bulan dengan tingkat kesalahan kurang dari 0,1 detik.
• NASA dan International Astronomical Union (IAU) menyatakan bahwa model perhitungan astronomi modern dapat memperkirakan posisi bulan dengan akurasi lebih dari 99,99%.
• The Islamic Crescent Observation Project (ICOP) mencatat bahwa hilal hanya dapat diamati dengan mata telanjang jika ketinggian bulan di atas 7 derajat, tetapi metode hisab dapat mengetahui keberadaannya bahkan saat berada di bawah 5 derajat, bahkan 0 derajat sekalipun.

4.3 Keunggulan Makkah sebagai Pusat Kalender Islam
Salah satu konsep utama dalam kalender Hijriah Satu Tanggal dan Satu Hari adalah menjadikan Makkah sebagai pusat perhitungan kalender Islam. Mengapa Makkah dipilih?
1. Aspek Keagamaan
* Makkah adalah kiblat umat Islam.
* Tahun Hijriah dihitung berdasarkan peristiwa hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah.
* Tempat suci umat Islam, yang menjadi pusat haji dan umrah.
2. Aspek Astronomi
* Secara geografis, Makkah berada pada zona waktu yang lebih stabil dibandingkan negara-negara lain.
* Posisi matahari dan bulan dapat diamati dengan lebih jelas.
3. Aspek Keseragaman Kalender
* Jika Makkah dijadikan sebagai pusat kalender, maka seluruh dunia Islam akan memiliki satu referensi yang sama.
* Tidak ada lagi perbedaan awal bulan berdasarkan letak geografis.

4.4 Upaya Implementasi Kalender Hijriah Global
Untuk mewujudkan kalender Hijriah Satu Tanggal dan Satu Hari, beberapa langkah harus dilakukan:
1. Pembentukan Dewan Kalender Islam Global
* Harus ada lembaga yang bertanggung jawab dalam standarisasi kalender Islam.
•OKI (Organisasi Kerja Sama Islam) dapat menjadi inisiator utama dalam pembentukan Dewan Hisab dan Rukyat Internasional.
2. Sosialisasi kepada Ulama dan Masyarakat
* Edukasi tentang metode hisab dan keakuratannya perlu dilakukan secara luas.
* Perlu ada fatwa kolektif dari ulama sedunia yang mendukung implementasi sistem ini.
3. Penggunaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkini dalam Pemantauan Hilal
* Negara-negara Islam perlu meningkatkan investasi dalam observatorium bulan.
* Pemanfaatan satelit pemantauan bulan untuk memperkuat akurasi penentuan awal bulan Islam.
4. Penerapan Bertahap di Negara-Negara Islam
* Mulai dari negara-negara yang sudah menggunakan hisab, seperti Turki.
* Dilanjutkan dengan negara-negara yang masih mengandalkan rukyat secara bertahap.

5. Kesimpulan dan Harapan
Sistem kalender Hijriah Satu Tanggal dan Satu Hari berbasis hisab dengan kota Makkah sebagai pusat perhitungan dalam penetapan awal penanggalan, menawarkan solusi konkret bagi perbedaan penentuan awal bulan Islam. Dengan dukungan dari ulama, OKI, dan ilmuwan, sistem ini dapat diterapkan secara bertahap menuju keseragaman global.
Keunggulan utama sistem ini adalah:
• Menyatukan umat Islam di seluruh dunia dalam Satu Tanggal dan Satu Hari yang sama.
• Menggunakan metode hisab yang jaun lebih akurat dan persis dibandingkan rukyat.
• Menjadikan Makkah sebagai pusat perhitungan kalender Islam untuk konsistensi global.
Meskipun masih menghadapi tantangan dari segi penerimaan dan implementasi, langkah-langkah konkret seperti pembentukan Dewan Kalender Islam Global, edukasi kepada masyarakat, serta penggunaan teknologi astronomi modern dapat membantu mewujudkan kesatuan kalender Islam.
Dan matahari berjalan pada tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38).

Daftar Pustaka:
1. Abdal Raziq, J. (2001). Unifikasi Kalender Islam: Studi Astronomi dan Standarisasi Penanggalan Hijriah Global. Rabat: Islamic Astronomy Institute.
2. Al-Hassani, S. (2019). The Role of Muslim Scientists in the Development of Lunar Calendar Calculation. London: Muslim Heritage Press.
3. David A. King. (2016). Islamic Astronomy: The Science of Lunar and Solar Movements in Classical Islamic Civilization. Cambridge: Cambridge University Press.
4. International Astronomical Union (IAU). (2021). Modern Astrometry and Lunar Calendar Calculation Methods. Paris: IAU Publications.
5. Islamic Crescent Observation Project (ICOP). (2022). Scientific Accuracy of Hilal Visibility and Its Applications in the Islamic Lunar Calendar. Abu Dhabi: ICOP Research Center.
6. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). (2020). Analisis Perhitungan Hisab dalam Kalender Hijriah dan Akurasinya di Indonesia. Jakarta: LAPAN Press.
7. Ma’rifat Iman, H. M. (2010). Kalender Pemersatu Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Islamika
8. NASA. (2023). Lunar Phase Calculation and Its Application in Islamic Calendar. Washington, D.C.: NASA Publications.9. Royal Astronomical Society. (2021). Visibility of the Crescent Moon and the Evolution of Lunar Calendar Methods. London: RAS Publications.
10. The International Organization for Standardization (ISO). (2019). ISO 8601: International Standard for Date and Time Representation. Geneva: ISO Publications.
11. The Organization of Islamic Cooperation (OIC). (2008). Resolution on Unification of Islamic Calendar for Global Adoption. Dakar: OIC Research Division.
12. Wakil Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, J. A. (2015). Evaluasi 600 Bulan Qamariyah: Kajian Empiris dalam Kalender Hijriah Global. Rabat: Moroccan Astronomical Society Press.

Klik untuk baca: https://www.facebook.com/share/1GStE355d4/?mibextid=wwXIfr

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments