Oleh: Mangesti Waluyo Sedjati
Pendahuluan
BPJS Kesehatan merupakan tulang punggung sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia, dengan visi untuk memastikan layanan kesehatan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, implementasi sejumlah kebijakan, termasuk daftar 144 jenis penyakit yang hanya dapat ditangani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), menimbulkan pro dan kontra.
FKTP, termasuk puskesmas, memiliki peran strategis dalam menjaga kesehatan masyarakat. Namun, ketika FKTP terlalu berfokus pada layanan kuratif, sistem kesehatan nasional menjadi tidak seimbang, berujung pada membengkaknya beban rumah sakit dan potensi defisit anggaran BPJS Kesehatan. Artikel ini membahas kebijakan tersebut secara mendalam, dengan menyoroti pentingnya peran FKTP sebagai penjaga kesehatan masyarakat.
Prinsip Operasional BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan, sebagai badan hukum publik, beroperasi berdasarkan prinsip gotong royong dan nirlaba. Dana yang terkumpul dari iuran peserta digunakan untuk pelayanan kesehatan peserta JKN, serta operasional BPJS.
Namun, tantangan utama BPJS Kesehatan adalah ketidakseimbangan sistem, di mana layanan kesehatan lebih banyak difokuskan pada pengobatan di rumah sakit (kuratif), dibandingkan upaya promotif dan preventif. Defisit anggaran yang terjadi pada 2019 sebesar Rp15,5 triliun menjadi salah satu bukti bahwa upaya efisiensi sistem perlu segera dilakukan, termasuk dengan mengoptimalkan peran FKTP.
Peran FKTP sebagai Penjaga Kesehatan Masyarakat
FKTP, seperti puskesmas, klinik pratama, dan dokter keluarga, berperan sebagai garda terdepan dalam menjaga kesehatan masyarakat. Tugas utama FKTP seharusnya tidak hanya fokus pada layanan kuratif (pengobatan), tetapi juga meliputi:
1. Promotif: Edukasi kepada masyarakat untuk membangun pola hidup sehat, seperti menjaga asupan gizi, olahraga teratur, dan kebersihan lingkungan.
2. Preventif: Pencegahan penyakit melalui imunisasi, pemberantasan penyakit menular, dan pencegahan penyakit tidak menular, seperti diabetes dan hipertensi.
3. Deteksi Dini: Mendeteksi penyakit sebelum berkembang menjadi kondisi serius, seperti skrining kanker, diabetes, dan penyakit jantung.
4. Kuratif (tertentu): Menangani penyakit ringan hingga sedang, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau hipertensi tanpa komplikasi.
5. Rehabilitatif: Mendukung pemulihan kesehatan pasien, misalnya melalui terapi fisik atau konseling pasca-sakit.
Tantangan:
Selama FKTP lebih berfokus pada layanan kuratif, sistem kesehatan nasional menjadi tidak efisien. Banyak masyarakat yang masih menjadikan rumah sakit sebagai tempat pertama untuk mendapatkan layanan kesehatan, meskipun kasusnya dapat diselesaikan di FKTP. Akibatnya, beban rumah sakit meningkat, biaya layanan membengkak, dan BPJS Kesehatan terus menghadapi tekanan finansial.
Solusi:
Untuk mengurangi tekanan pada BPJS Kesehatan dan meningkatkan efektivitas sistem, FKTP harus dioptimalkan sebagai penjaga kesehatan masyarakat di wilayahnya. Artinya, FKTP tidak hanya menjadi tempat berobat, tetapi juga pusat edukasi dan pencegahan penyakit.
Kebijakan 144 Jenis Penyakit
Kebijakan ini dirancang untuk memastikan 144 jenis penyakit tertentu, seperti kejang demam, migrain, HIV/AIDS tanpa komplikasi, dan bell’s palsy, ditangani di FKTP tanpa rujukan ke rumah sakit. Tujuannya meliputi:
1. Optimalisasi FKTP: Agar FKTP dapat menangani kasus ringan hingga sedang.
2. Pengurangan Beban Rumah Sakit: Rumah sakit difokuskan pada kasus berat yang memerlukan fasilitas canggih.
3. Efisiensi Anggaran: Penanganan di FKTP lebih hemat dibandingkan penanganan di rumah sakit.
Namun, kebijakan ini menimbulkan beberapa persoalan, terutama terkait kesiapan FKTP dalam menjalankan tugasnya secara maksimal.
Dampak Kebijakan
Dampak Positif
• Penguatan Peran FKTP: Kebijakan ini memaksa FKTP untuk mengambil peran lebih besar dalam sistem kesehatan.
• Efisiensi Sistem Rujukan: Rumah sakit menjadi lebih fokus menangani kasus berat.
• Penghematan Anggaran: Penanganan penyakit di FKTP jauh lebih hemat dibandingkan di rumah sakit.
Dampak Negatif
• Kesenjangan Pelayanan: Banyak FKTP belum memiliki fasilitas dan tenaga medis yang memadai, terutama di daerah terpencil.
• Minimnya Peran Promotif dan Preventif: Ketidakseimbangan fokus FKTP pada layanan kuratif membuat banyak penyakit tidak terdeteksi dini, memperparah kondisi pasien di kemudian hari.
• Kurangnya Pemahaman Masyarakat: Banyak peserta BPJS Kesehatan yang tidak memahami kebijakan ini, sehingga merasa hak kesehatannya terbatas.
Rekomendasi
1. Optimalisasi Peran FKTP: Pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu memastikan FKTP menjalankan fungsi promotif, preventif, deteksi dini, kuratif, dan rehabilitatif secara seimbang.
2. Peningkatan Kualitas FKTP: Pemerintah harus meningkatkan infrastruktur, fasilitas medis, dan kompetensi tenaga kesehatan di FKTP, terutama di daerah terpencil.
3. Edukasi Masyarakat: Sosialisasi intensif harus dilakukan agar masyarakat memahami pentingnya memanfaatkan FKTP sebagai tempat pertama untuk mendapatkan layanan kesehatan.
4. Pengawasan dan Evaluasi Kebijakan: Kebijakan 144 jenis penyakit perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan tujuan efisiensi tercapai tanpa mengurangi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan.
5. Penambahan Anggaran untuk Layanan Primer: Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran kesehatan untuk mendukung layanan primer, sehingga peran FKTP dapat dioptimalkan.
Kesimpulan
Kebijakan BPJS Kesehatan terkait 144 jenis penyakit dirancang untuk mengoptimalkan sistem kesehatan nasional. Namun, selama FKTP masih berfokus pada layanan kuratif, beban rumah sakit dan anggaran BPJS akan terus meningkat.
Oleh karena itu, peran FKTP sebagai penjaga kesehatan masyarakat harus diperkuat, terutama dalam fungsi promotif, preventif, dan deteksi dini. Dengan langkah ini, FKTP tidak hanya menjadi tempat berobat, tetapi juga pusat pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan masyarakat.
Klik untuk baca: https://www.facebook.com/share/1AnjdTQLf8/?mibextid=wwXIfr